Penentuan Hegemoni Jerman di Afrika Utara!
Tentara Deutsche Afrikakorps (DAK) bersama tawanan pasukan Selandia Baru
Rommel dengan serius mempelajari peta-peta posisi lawan dan kawan selama berkecamuknya pertempuran El-Alamein
Tentara
Jerman melihat melalui teropong gunting dalam pertempuran El-Alamein.
Perhatikan jaring di sekeliling mukanya, yang berfungsi untuk mencegah
serangan lalat dan nyamuk!
Buku tentang kedigdayaan Rommel dan Afrika Korps karangan George R. Bradford. Wajib baca!
Marder dari Flak Regiment 33 di medan El-Alamein
Prajurit
ini masih sempat-sempatnya membaca menimba ilmu di kala waktu tenang
pertempuran El-Alamein. Mungkin kalau prajurit TNI, waktu senggang ini
dimanfaatkan dengan main gaple!
Rommel bersama para perwira dari Artillerie Regiment 33 yang merupakan bagian dari Divisi Panzer ke-15
General
der Panzertruppe Wilhelm Ritter von Thoma menyerahkan diri pada
Montgomery dalam fase akhir pertempuran El-Alamein. Sampai pada saat
itu, Von Thoma adalah jenderal dengan pangkat tertinggi yang berhasil
ditawan Sekutu!
Oleh : Alif Rafik Khan
Salah
satu pertempuran paling terkenal dalam Perang Dunia Kedua dan yang
dianggap sebagai konfrontasi terbesar abad ke-20 adalah Pertempuran
El-Alamein. Operasi yang dimulai pada akhir Agustus 1942 dengan perintah
akhir dari jenderal Erwin Johannes Eugen Rommel untuk merebut Mesir dan
Terusan Suez akhirnya diselesaikan oleh serangan balasan oleh Jenderal
Montgomery dua bulan kemudian.
Seperti
halnya dalam banyak pertempuran, kejadiannya sendiri tidak banyak
mempengaruhi. Tapi apa yang menjadi penyebab pertempuran itu sendiri
ternyata yang paling banyak menentukan hasil akhirnya. Di Pertempuran
El-Alamein ada tiga hal yang menjadi faktor yang secara langsung
menentukan hasil dari kelangsungan pendudukan Jerman di Afrika Utara.
Yang pertama adalah bahwa awal perang diputuskan pada bulan April 1942
ketika Hitler memveto suatu usul untuk merebut instalasi Angkatan Laut
Inggris di pulau Malta.
Rommel
sendiri mengusulkan suatu serangan gabungan antara pasukan parasut
(Fallschirmjäger) dengan pasukan amfibi Jerman-Italia yang harus
dilakukan demi menjaga garis suplai mereka di sepanjang Laut Tengah
supaya dapat tetap utuh. Selanjutnya ia diingatkan akan kerugian sangat
besar yang diderita ketika serangan yang sama bentuknya dilakukan untuk
merebut pulau Kreta setahun sebelumnya. Hitler bukannya tidak simpati
atas usulan dari jenderal kaporit eh favoritnya tersebut. Ia berjanji
untuk meninjau rencana tersebut. Pada akhirnya Hitler berhasil membujuk
Rommel untuk membatalkan rencana invasi atas Malta dengan menjanjikannya
lebih banyak tank dan suplai, sebagai kompensasi, untuk meneruskan
serangan terhadap Tobruk.
Kemudian setelah kemenangan Rommel di Tobruk, Hitler kembali membujuknya dengan memberikan pangkat Generalfeldmarschall (meskipun
ini bukan berarti bahwa Rommel tidak pantas mendapatkan pangkat
tersebut!). inilah kesalahan terbesar Hitler, saudara-saudara. Ia
membiarkan Rommel menghantam pusat kekuasaan Inggris di Afrika (Mesir)
tanpa mengamankan garis logistik yang merupakan pendukung utama kekuatan
Deutsche Afrikakorps (DAK) atau yang biasa disingkat saja sebagai Afrika Korps.
Sementara
itu, Perdana Menteri Inggris Winston Churchill telah kehilangan
kepercayaannya terhadap kinerja jenderal Claude Auchinlek yang
kerjaannya kalah melulu tiap bertemu dengan si “Serigala Padang Pasir”
Rommel. Ia lalu menggantinya dengan jenderal Harold Alexander sebagai
pimpinan tentara Inggris di Timur Tengah.
Ia juga memutuskan untuk mengangkat Letnan Jenderal William Gott sebagai panglima dari Eighth Army
(Tentara Ke-8). Gott adalah seorang jago tua yang telah karatan makan
asam garam dalam peperangan di gurun pasir dan telah merasakan bertempur
dalam semua pertempuran besar Inggris dalam tahun-tahun sebelumnya.
Dalam peristiwa ini, ternyata takdir telah mengulurkan tangannya dalam
cara yang tidak terduga : ketika terbang ke Kairo untuk melaksanakan
tugasnya, Gott tewas karena pesawat yang ditumpanginya ditembak jatuh
oleh pesawat tempur Luftwaffe. Pada saat yang membingungkan itu, orang
yang namanya akan menjadi sinonim dengan Eighth Army muncul ke
permukaan. Dialah Letnan Jenderal Bernard Law Montgomery (biasa
dipanggil Monty, bukan montir!). Dia terpilih untuk menggantikan Gott
yang out-of-order sebagai
panglima baru Eighth Army. Kini hierarki telah ditetapkan, jenderal
Alexander yang membuat keputusan-keputusan strategis sementara
Montgomery yang melaksanakannya secara taktis. Inggris akhirnya
memperoleh suatu kombinasi yang ideal dengan harapan supaya pada
akhirnya mereka dapat memetik kemenangan melawan Afrika Korps di bawah
pimpinan Rommel yang selama ini seakan tak terkalahkan.
Kedua
orang inilah (Rommel dan Montgomery) yang akan menjadi pelakon utama
babakan perang di Afrika selanjutnya. Karena itu boleh lah kita
kemukakan sedikit tentang mereka :
Generalfeldmarschall Erwin Rommel merupakan sumber mitos yang tumbuh di sekitar Korps Afrika Jerman maupun pada
dirinya sendiri. Ia menonjol sebagai tokoh utama yang telah mendesak
dan didesak, melintas dan dilintasi di gurun pasir, tetapi selalu mampu
bertahan unutk kemudian menyerang balik musuhnya pada titik-titik yang
tidak terduga. Seperti jenderal-jenderal brilian dalam sejarah, Rommel
tidaklah cukup memerintah pasukannya dari balik meja di markasnya yang
nyaman dan jauh dari front, tetapi sebaliknya, selalu berkeliaran di
front-front terdepan untuk mengontrol langsung jalannya pertempuran.
Dahsyatnya orang ini, walaupun beberapa kali hampir direnggut maut,
Rommel selalu berhasil selamat hanya untuk menyaksikan para prajurit dan
perwira di sampingnya tewas tertembak peluru atau terkena bom!
Barangkali
Rommel tahu bagaimana caranya memberi komando : yakni dari garis depan.
Ia diketahui suka mengejek jenderal-jenderal Inggris yang selalu
memberi komando dari belakang dengan mengandalkan informasi tangan kedua
mengenai peristiwa yang sesungguhnya terjadi di medan perang. Prajurit
Jerman dari Afrika Korps sudah terbiasa melihat panglima mereka berada
di tengah gurun di pos komandonya, atau terbang dengan pesawat pengintai
ringannya (Fieseler ‘Storch’ Fi-156). Bentuk keakraban seperti itu
kemudian diterapkan oleh Montgomery, dan ternyata sangat cocok di Eighth
Army. Rommel juga adalah seorang “pengambil resiko”. Namun ia bukan
lagi Rommel yang sama pada permulaan perang di Afrika Utara, tetapi
seorang yang sakit parah dan sangat membutuhkan istirahat. Cukuplah
sebagai bukti, terlihat dari foto-foto yang diambil pada periode ini,
yang memperlihatkan wajah Rommel yang kurang tidur, terlihat lemas dan
kelelahan yang sangat (bila tidak percaya, saya punya foto-foto semacam
itu. Yang ingin melihat bisa menghubungi e-mail saya di : alifrafikkhan@gmail.com).
Walaupun dokternya mengatakan bahwa ia masih mampu memimpin pasukannya, namun dokter yang sama juga menekankan pada sang Generalfeldmarschall
untuk menjalani perawatan medis lebih lanjut dan, terutama, istirahat
dalam suatu periode tertentu. Ini semua harus dilakukan jika Rommel
memang ingin meng-upgrade
kesehatannya yang makin menurun dari waktu ke waktu. Akhirnya pada malam
dimulainya pertempuran Alam El-Halfa pada tanggal 30 Agustus 1942,
dokter pribadi Rommel dan kepala stafnya mengirimkan telegram ke komando
tertinggi Jerman (OKW, Oberkommando der Wehrmacht),
yang memberitahukan bahwa Rommel menderita sakit perut kronis, katarak
intestin, diphteria hidung, dan beberapa gangguan peredaran darah.
Menurut pendapat mereka, Rommel tidak fit sebagai pimpinan dan keadaan
kesehatannya mempunyai efek yang pasti terhadap jalannya pertempuran.
Jenderal
Montgomery, yang tak biasa dianggap orang baru di medan perang, mulai
mengecek kekuatan Eighth Army segera sesudah penugasannya yang mendadak.
Ada dua kelebihan Montgomery. Pertama, ia seorang dengan watak ekstrovert
(lebih mementingkan lahir daripada batin. Penjelasan dari primbon.com),
yang menjadikan dia populer di kalangan bawahannya maupun umum. Kedua,
dan ini jauh lebih penting, adalah pengalamannya dalam Perang Dunia
Pertama. Sebagai seorang perwira muda dalam perang itu, ia tahu apa arti
bertempur dalam suatu medan perang yang langsung berhadap-hadapan
dengan musuh.
Kembali
kepada garis besar situasi ketika itu. Keputusan kritis ketiga telah
diambil oleh Montgomery. Setelah ia berhasil memukul kembali Rommel dan
menstabilkan front, ia akan menghadapi kekuatan Poros (Axis, Jerman dan
sekutunya Italia) hanya menurut syarat-syaratnya dan pada waktu ia siap.
Dalam catatan sir William Jackson mengenai pertempuran di El-Alamein,
dikemukakan bahwa Montgomery menekankan sepuluh hal dalam kebijakan
rekonstruksi Eighth Army. Walaupun semua dari 10 hal tersebut sama
pentingnya, beberapa di antaranya jauh lebih menonjol dari yang lainnya
dan merupakan kunci dari sukses. Pertama, bahwa keinginan pasti kalau
Eighth Army selalu siap untuk bergerak dan bertempur, dan siap untuk
mengambil manfaat dalam situasi apapun yang mungkin timbul di medan
perang. Ia membentuk apa yang dinamakannya dengan Corps de Chasse. Korps ini dibentuk dari X Corps pada Eighth Army dengan komplemen persenjataan beratnya yang mampu menghadapi Afrika Korps dengan syarat mereka sendiri.
Langkah
berikutnya adalah menuntut tidak boleh gagal, baik dalam aspek logistik
maupun operasional yang merupakan akibat dari mismanagement dan
koordinasi yang lemah. Mereka yang tidak sesuai dengan standar
profesional atau yang menyatakan tidak mampu mengemban tugasnya lalu
dipindahkan dari posisi mereka secepat mungkin. Monty membiarkan setiap
orang tahu jika seseorang tidak mencapai taraf yang dikehendakinya, maka
akan selalu ada orang lain yang lebih siap untuk menggantikannya. Ia
menekankan bahwa perintah adalah perintah dan ia akan memberikan mereka
pengharapan bahwa perintah itu akan dapat dilaksanakan tanpa bertanya.
Pada
tengah malam tanggal 30 Agustus 1942, Rommel melancarkan serangannya
terhadap posisi Inggris di sekitar Alamein, jalur Ruweisat, Ragil
Depression dan jalur El Halfa. Serangan itu dimaksudkan sebagai suatu
manuver untuk menyapu dari selatan dengan tujuan mendesakkan kekuatannya
sedalam mungkin, kemudian menuju ke utara dan ke arah laut memotong
garis komunikasi Inggris, jalur mundur, dan menjebak sebagian besar dari
Eighth Army.
Gerakan
ini bukan merupakan suatu kejutan besar bagi Montgomery, bahkan
menyambutnya dengan baik. Monty telah memperkirakan segera setelah ia
mengambil alih komando bahwa Rommel akan segera melakukan manuver
seperti itu, dan ia menyiapkan Eighth Army dengan kemungkinan yang
terjadi. Seperti telah disebutkan sebelumnya, Rommel bulan Agustus 1942
bukanlah Rommel seperti sebelumnya L,
dan serangan itu kurang kreatif seperti yang pernah ditunjukkannya
dalam pertempuran-pertempuran Afrika terdahulu. Serangan itu menunjukkan
bahwa Rommel mengharapkan gerakan berjalan terus sampai mereka mencapai
Gabala pada dinihari.
Karena
banyak bahan bakar yang dihabiskan dalam membersihkan ranjau-ranjau
yang ditanam Inggris di sepanjang jalur serangan, sehingga mengakibatkan
ia harus mengurangi waktu melakukan manuver di sekitar daerah sulit
tersebut dan mengalihkan kekuatannya ke utara sebelum ia siap
melakukannya. Dalam melakukannya, Rommel merasa bahwa ia akan dapat
menyelamatkan dirinya dengan cara menarik kembali serangannya. Mungkin
yang dapat dicapai dengan manuvernya adalah mengganggu Eighth Army dari
keseimbangan dan mencegahnya mencapai kemenangan.
Ketika
dinihari merekah, panzer-panzer Jerman bergerak langsung ke jalur Alam
El-Halfa, sepertinya menuju langsung ke telapak tangan Montgomery.
Begitu cahaya pagi pertama mencorong, pesawat-pesawat tempur RAF
mengudara dari sarangnya dan melancarkan pukulan berat terhadap pasukan
Jerman. Juga konsentrasi persenjataan Montgomery yang telah dipendam di
jalur itu telah menimbulkan korban besar bagi pasukan Jerman hari itu.
Artileri Inggris berhasil mengatasi posisi Jerman, dan menurut sebuah
sumber Jerman, setiap tembakan dari mereka diimbangi oleh sepuluh
tembakan dari Inggris!
Selama
tiga hari Rommel dan Korps Afrikanya mencoba sekuat tenaga untuk
mencapai posisi yang lebih baik di sepanjang front, tetapi usaha mereka
selalu berujung pada kesia-siaan. Pada tanggal 3 September Rommel
menarik mundur pasukannya ke garis dari mana mereka memulai serangan.
Satu faktor utama yang menjadikan Rommel mengalami frustasi selama
pertempuran itu adalah panzer-panzer Jerman yang bergerak dalam
pertempuran. Inggris menempatkan tank-tanknya dalam posisi tersembunyi
sehingga hanya mengalami sedikit kerugian pada peralatan senjata
artileri dan hanya beberapa anggota pasukannya yang terluka!
Dengan
selesainya pertempuran di Alam El-Halfa, Montgomery menyadari bahwa ia
dapat menerapkannya sebagai latihan dan persiapan bagi pasukannya untuk
melaksanakan Operation Lightfoot
(Operasi Kaki Ringan. Nggak tahu tuh Monty dapat inspirasi dari mana
buat nama ini!) yang tercatat sebagai pertempuran El-Alamein, walaupun
sesungguhnya operasi tersebut merupakan pertempuran El-Alamein babak
kedua.
Bahkan
rencana yang telah diubah tersebut dianggap terlalu berat bagi
kebanyakan panglima pasukan Montgomery. Sekali lagi seperti yang telah
berkali-kali terjadi dalam sejarah Eighth Army, semua panglima pasukan
mendatangi Monty untuk mengeluh tentang jadwal waktu!
Para
panglima pasukan tank terutama mengeluh tentang penerobosan pasukan
infanteri dua malam berturut-turut, yang seharusnya dapat membersihkan
medan ranjau. Montgomery percaya bahwa itu hanya menghabiskan waktu satu
malam dan mengatakan pada mereka agar tidak usah khawatir karena
tank-tank mereka tidak akan terjebak di medan terbuka pada siang hari.
Walaupun mereka terus mengajukan protes, Montgomery menolak untuk
mengubah rencana yang telah dibuatnya.
Bagi
kubu Jerman, dua hal menjadi sangat nyata. Pertama, situasi logistik
menjadi sangat kritis. Kedua, kerugian Jerman di medan Alam El-Halfa
lebih besar, baik peralatan maupun personil, dibandingkan dengan apa
yang dapat dipikul oleh Rommel. Karena itu, garis pertahanan Jerman
diperkuat dengan medan ranjau yang njelimet, yang diberi julukan sebagai
“Kebun Setan”. Medan ranjau itu bukanlah medan ranjau biasa, melainkan
hampir seluruh medan dan sebagian besar ranjau dilengkapi dengan booby
trap, hingga tak dapat disingkirkan oleh pasukan penyapu ranjau. Di
belakang sistem medan ranjau yang rapat itu telah menunggu pasukan
infanteri dan posisi-posisi anti-tank tersembunyi.
Untuk
memantapkan unit Italia yang sering loyo, pasukan Jerman disebarkan di
antara mereka. Pada garis berikutnya adalah pertahanan artileri yang
ditunjang oleh kelompok kecil pasukan Jerman dan Italia yang dimaksudkan
untuk menutup lubang jika terjadi penerobosan oleh pihak musuh.
Walaupun
Rommel tidak ingin pasukan-pasukan lapis bajanya tersebar dalam
kelompok-kelompok kecil, ia pun tak mampu untuk menggerakkan mereka
dalam suatu cadangan besar yang mobil, dapat bergerak dengan mudah,
karena kekurangan bahan bakar yang akut dan ancaman serangan dari
pesawat-pesawat tempur RAF yang jumlahnya semakin besar dari waktu ke
waktu. Setidaknya, Rommel berhasil menyiapkan satu divisi cadangan.
Divisi Cadangan itu adalah Divisi Ringan ke-90, yang digabung dengan
Divisi Mekanik Trieste (Italia). Unit ini ditahan di sepanjang jalan
pantai agar Rommel dapat menjaga jalur suplai utamanya, dan untuk
mengurangi kemungkinan pendaratan mendadak amfibi dari belakang garis
pertahanan Jerman.
Tak
ada satupun yang dapat dilakukan oleh Rommel kecuali menunggu. Tetapi
karena laporan intelijen Jerman meramalkan bahwa serangan Inggris tidak
akan dimulai sampai akhir bulan November, Rommel dikirim ke Jerman
sesuai dengan saran dukun eh dokternya untuk istirahat dan penyembuhan.
Seorang jenderal pasukan Panzer, Georg Stumme dari front Timur dikirim
untuk menggantikannya sementara, dan jenderal Wilhelm Ritter von Thoma
mengambil alih pimpinan Deutsche Afrikakorps.
Sesuai
dengan kebiasaan yang telah ada sebelumnya di gurun, staf dari Stumme
memberi nasihat kepadanya untuk memulai persiapan di sektor selatan guna
menghadapi serangan Inggris. Operation Lightfoot
tidak begitu berbeda dari operasi-operasi lainnya yang telah dikonsep
oleh para panglima Inggris sebelumnya di Afrika. Berdasarkan keyakinan
tersebut, maka untuk menghancurkan Afrika Korps pertama-tama yang harus
dilenyapkan adalah pasukan angkatan daratnya. Sekarang Operation Lightfoot
mempunyai unsur baru : bukan menyerang dari arah selatan, bergerak
sejajar dengan kekuatan-kekuatan musuh, mencapai lambung, kemudian maju
ke arah utara menuju laut dan menjebak kekuatan Jerman. Montgomery
memutuskan bahwa serangan utama akan dilakukan di utara. Corps de Chasse
yang baru saja dibentuk akan mematahkan garis-garis lateral Rommel
(komunikasi dan suplai), sehingga akan memaksa pihak Jerman untuk segera
melibatkan pasukan tanknya demi menutup celah dari mata rantai yang
terancam oleh musuh.
Untuk
mencapai itu semua, Montgomery memutuskan untuk mematahkan pertahanan
Jerman di dua tempat. Di utara dengan Letnan Jenderal Leese dari Korps
XXX yang dibentuk dari empat divisi infanteri, merupakan serangan
pendahuluan dan utama dalam usaha penerobosan. bila sasaran yang dikenal
sebagai Report line oxalic
telah dicapai, maka suatu kelompok yang amat khusus dari para teknisi
yang digabungkan pada Divisi Lapis Baja Pertama bersama Divisi Lapis
Baja ke-10 akan menerobos untuk merebut sasaran mereka. Dikenal sebagai report line skinflint,
sasaran itu adalah suatu jalur di belakang jalur Rahman dan di selatan
sampai Tel El-Aqqaqir. Pada posisi itulah, dengan keuntungan elevasi
lebih tinggi, pasukan tank Inggris akan menghancurkan panzer-panzer
Afrika Korps ketika mereka maju menyongsong manuver Inggris di wilayah
itu.
Usaha
penerobosan kedua akan dilakukan di selatan oleh Korps XIII pimpinan
Letnan Jenderal Brian Hoorock, dan tidak memiliki sasaran tertentu
kecuali sebagai suatu serangan pengalihan perhatian. Juga untuk
menjadikan kekuatan Axis tetap berada di sektor selatan dan terpaku pada
posisi mereka karena sibuk melayani serangan Inggris, sehingga tidak
akan mampu bergerak ke utara menghadapi kekuatan utama Inggris.
Pada
tahap itu, baik infanteri maupun pasukan tank akan menghancurkan posisi
defensif musuh dan melakukan serangan yang telah direncanakan secara
hati-hati terhadap pertahanan Jerman, ditunjang oleh artileri maupun
skuadron-skuadron udara RAF. Akhirnya, begitu Afrika Korps menjelang
pecah berantakan, unit tank Inggris melakukan pukulan terakhir untuk
menerobos bukan saja wilayah belakang musuh, tetapi juga memotong
jalur-jalur penarikan mundur Jerman dari medan perang.
Akhirnya,
tanggal 23 Oktober 1942 pukul 21.40, seluruh front diledakkan dengan
tembakan artileri selama 15 menit. Pihak Inggris melakukan begitu banyak
penembakan artileri untuk ofensif hingga beberapa
staf Jerman membandingkannya dengan penyerangan yang sering terjadi di
front Timur. Tembakan artileri selama 15 menit tersebut bertujuan
utamanya untuk mengganggu kesatuan Axis, dan juga untuk menghancurkan
posisi-posisi dari artileri maupun anti-tank.
Dengan menggunakan sejumlah besar meriam yang dipunyai, diharapkan bahwa satu jalur “kebun setan” dapat dibersihkan.
Tiba-tiba
tembakan-tembakan meriam Inggris bungkam. Dan selama lima menit tidak
terdengar suatu apapun di gurun. Pada pukul 22.00 meriam-meriam
memuntahkan lagi tembakan-tembakannya dan pos-pos terdepan Jerman di
semua front mengirim berita radio ke eselon komando berikutnya, bahwa
serangan yang sudah lama ditunggu-tunggu kini telah dimulai!
Sepanjang
malam terjadi penundaan demi penundaan yang terpaksa harus dihadapi
oleh pasukan Inggris. Tank Scorpion yang dirancang secara khusus untuk
membersihkan medan ranjau, mogok setiap menempuh jarak 100 meter!
Infanteri, yang bertugas untuk mengamankan dan membersihkan jalur-jalur
itu dari ranjau, ternyata menghadapi sesuatu yang tak mungkin. Bukan
hanya karena terlalu banyaknya ranjau, tetapi juga karena sejumlah besar
adalah ranjau yang dirancang untuk tak dapat dinon-aktifkan begitu
saja. Dalam beberapa kasus mereka bahkan menemukan ranjau di atas
ranjau, yang akan meledakkan lapisan kedua jika mereka hendak
menyingkirkan yang pertama!
Pada
dinihari tangga 24 Oktober 1942, Divisi Tank pertama Inggris di koridor
utara hanya berada setengah perjalanan dari sasarannya, sementara
Divisi Tank ke-10 hampir selesai membersihkan empat jalur ke salah satu
sasaran utama mereka, yakni jalur Miteirya. Malangnya untuk Divisi
ke-10, sisi lain dari jalur tersebut juga dipenuhi oleh ranjau!
Di
sepanjang front, Montgomery menerima laporan-laporan dari para panglima
lapangan yang menjadi panik, karena penerobosan tidak berhasil. Sesudah
mempelajari situasi, Montgomery memutuskan untuk menunda tahap
penerobosan 24 jam, dengan pengharapan begiru hari menjadi gelap tanggal
24 Oktober itu, maka kerugian-kerugian yang harus dideritanya akibat
tembakan-tembakan terpadu artileri Jerman beserta anti-tanknya tidak
akan terlalu parah seperti saat ini.
Sekali
lagi takdir menjulurkan tangannya bagi keuntungan Monty, ketika
jenderal Stumme, yang seperti halnya Rommel yang percaya bahwa mustahil
untuk menjalankan operasi dari belakang meja, bergerak maju menuju garis
depan bersama stafnya untuk menilai situasi. Sesudah memasuki wilayah
yang terkena tembakan berat, supirnya menjadi kehilangan arah dan menuju
ke sasaran tembakan senapan mesin Inggris! Komandan intelijen dari
Stumme tertembak mati saat itu juga dan Stumme, yang jatuh dari
kendaraannya, meninggal karena serangan jantung. Beberapa hari berlalu
sebelum komando tertinggi Jerman mengetahui nasibnya, dan jenderal Von
Thoma mengambil alih pimpinan untuk sementara pada tanggal 24 Oktober.
Pada
malam tanggal 24 Oktober, para teknisi Inggris mulai bekerja sekali
lagi membersihkan ranjau-ranjau. Pada pukul 22.00, ketika
pesawat-pesawat udara RAF dan Luftwaffe bersama-sama menjatuhkan bom-bom
suar di medan pertempuran, sebuah pesawat Jerman terkena tembakan
penangkis udara dan kehilangan muatan bomnya di atas kendaraan-kendaraan
dari Divisi Tank ke-10 Inggris. Ledakan-ledakan dan nyala api menerangi
langit gurun sehingga tiap meriam Jerman melepaskan tembakan yang
terkonsentrasi sehingga menyebabkan kacau balaunya Divisi Tank ke-10
plus markas besarnya!
Dengan
begitu banyak hal yang tidak dikehendaki terjadi, para staf Montgomery
memintanya untuk mengakhiri pertempuran. Para panglima pasukan tank
mengkhawatirkan tank mereka akan terjebak di medan terbuka bila pagi
tiba, dan semua pasukan front terdepan siap untuk menyerah dan mundur.
Pada saat krusial inilah Montgomery mengambil keputusan yang
mempengaruhi bukan saja seluruh pertempuran di medan perang Afrika
Utara, tapi juga kelanjutan perang selanjutnya. Ia mengeluarkan perintah
bahwa object line pierson akan direbut pada pagi harinya oleh kesatuan-kesatuan tanknya.
Montgomery
memberi tahu pada para panglimanya bahwa jika mereka tidak tunduk
kepada perintahnya, maka ia akan mencari orang lain untuk menggantikan
mereka. Untuk pertama kali Eighth Army sadar dimana mereka berdiri dan
Montgomery memang seorang pemimpin yang mereka cari-cari selama ini.
Ketika
sekali lagi matahari mencorong, pasukan-pasukan tank Inggris pun
menyerbu di medan terbuka hingga mampu bergabung dengan unit-unit
infanteri di depan, dan memulai tahap dogfight
dari operasi itu. Walaupun tahap penerobosan itu tidak sepenuhnya
sukses, Montgomery merasa ia tidak bisa memboroskan waktu lagi, dan
memutuskan untuk meneruskan rencana semampunya.
Tahap dogfight
pun dimulai. Di semua garis, baik infanteri maupun tank langsung
menghadapi musuh. Keunggulan pihak Inggris dengan tank jarak jauh makin
membantu. Secara logistik Eighth Army harus menjaga pasukan garis
depannya dengan menggerakkan kendaraan melalui medan ranjau yang
demikian banyak dan belum dibersihkan. Walaupun sektor selatan dan utara
nampaknya menunjukkan tanda bahwa mereka sedang maju ke depan, cedera
dan kerugian yang dialami oleh Divisi Selandia Baru dan Divisi ke-10
sangat besar diderita di selatan. Montgomery memutuskan untuk
menghantamkan daya upaya Inggris ke belakang koridor utara.
Hari
baru pun tiba, dan Montgomery belum merasa pasukan-pasukannya mengalami
kemajuan yang berarti dalam pergerakan mereka. 26 Oktober adalah hari
pertama Rommel kembali kepada kesatuannya, dan ia memulainya dengan
menilai situasi sesudah Thoma melaporkan bahwa front dengan cepat telah
merosot keadaannya dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Lebih penting
lagi, ia harus membuka jalur pantai untuk tujuan suplai dan sebagai
jalur pengunduran diri bila diperlukan. Karena Rommel yakin akan
kesetiaan pasukannya, maka ia pun merencanakan untuk melakukan serangan
balik.
Montgomery
menyadari bahwa jika ia hendak meneruskan dengan tahap penggempuran
akhir, ia harus menciptakan cadangan baru karena pasukan khususnya (Corps de Chasse)
yang merupakan pasukan penggempur utama telah dilibatkan dalam
pertempuran. Dengan membuat keputusan yang paling rumit di sepanjang
pertempuran, Montgomery memutuskan untuk membiarkan pasukan-pasukan
Australia dari Divisi Tank ke-1 yang ditunjang oleh Divisi Highlanders
terus bertahan di utara, sementara ia menyesuaikan kembali seluruh
Eighth Army, membiarkan pasukan-pasukan Selandia Baru dan Divisi-Divisi
Tank ke-10 dan ke-7 begerak mundur ke belakang sebagai pasukan
penggempur cadangan yang baru. Walaupun Rommel mencoba suatu usaha yang
riskan dengan mencoba untuk merebut kembali titik 29 sebelum ia
melibatkan pasukan-pasukan cadangannya, satuan-satuan Inggris dengan
dukungan RAF dan artileri menunjukkan kepadanya bahwa suatu serangan
paripurna harus dilakukan bila ingin berhasil.
Rommel
menggabungkan Divisi Panzer ke-21 dengan Divisi ke-90 dan Divisi
Trieste, yang sudah berada di utara, dan memutuskan untuk menyerang
titik 29 dan jalur Ginjal (Kidney Ridge).
Ia tahu bahwa segalanya tergantung kepada sukses misi itu, dan ia
melibatkan tiap pesawat udara Jerman yang ada dari panglima front
selatan, Generalfeldmarschall Albert Kesselring dari Luftwaffe, untuk suatu gempuran gaya Blitzkrieg (perang kilat). Ia hampir yakin benar dari sukses yang akan dicapainya karena taktik
ini tak pernah gagal selama ia menjadi panglima di gurun pasir, dan
banyak peristiwa sebelumnya yang mencatat bahwa kekalahan berbalik
menjadi kemenangan karena menggunakan gaya ini.
Sepanjang hari hingga malam, pasukan Australia dan Divisi Tank ke-1 terpukul di Kidney Ridge
dan point 29, tetapi awak tank Inggris dan para penembak meriam tetap
gigih bertahan. Akibatnya, sebelum malam tiba, serangan Jerman telah
dipatahkan sama sekali. Untuk pertama kali di Afrika Utara, Inggris
bukan saja mengalahkan musuh secara fisik, tetapi juga secara psikologi.
Dengan sedikit tank dan kendaraan lain yang masih tersisa,
kekuatan-kekuatan Axis mundur dari gurun El-Alamein.
Dengan
kegagalan serangannya, Rommel menyadari bahwa ia tidak bisa lagi
berharap untuk memenangkan pertempuran. Tapi ia bersikeras untuk
mencapai keadaan “seri” dan mengingkari bahwa Eighth Army sedang
menunggu kemenangan. Untuk jaga-jaga, ia memerintahkan suatu pengintaian
terhadap posisi di Fuka, dimana ia merasa suatu tindakan penunda pada
tingkat akhir akan bisa dilakukan disana, bila diperlukan. Garis
pertahanan yang terletak lebih dari 75 km di sebelah barat posisi
sekarang, dan Rommel tahu bila ia menghendakinya, maka itu berarti ia
harus meninggalkan unit-unit non mekanis.
Pada
malam tanggal 28 dan 29 Oktober, unit-unit Australia melakukan
percobaan nekad untuk mendorong Divisi ke-90 Jerman dari posisi defensif
mereka untuk merebut jalur pantai. Walaupun pada mulanya
pasukan-pasukan tetangga Indonesia itu berhasil menyergap pihak Jerman
yang sedang terlena, mereka tetap tertahan untuk dapat merebut sasaran
mereka. Pada tanggal 29 Oktober, Markas Besar di London dan Kairo mulai
menekan Montgomery untuk menunjukkan hasil-hasil yang positif untuk
penyerbuan yang begitu besar menelan persediaan amunisi dan senjata
tersebut. Churchill begitu frustasi karena kemenangan belum juga
tercapai, hingga terpikir olehnya untuk menunjuk seorang panglima baru
dan membebastugaskan Montgomery.
Pada saat itulah Montgomery mengungkapkan operasi finalnya : Supercharge.
Gagasannya adalah hendak memukul dari posisi Australia di sepanjang
jalur pantai, untuk menjadikannya kunci dari tahapan gempuran terakhir.
Jenderal Alexander tidak senang dan berpendapat bahwa rencana itu akan
berakhir dengan kekalahan yang tragis. Ia yakin bahwa Operasi Supercharge tidak lebih dari suatu operasi yang lebih kecil dari Operasi Lightfoot, dan itu sebenarnya bisa, hanya saja harus dilakukan lebih jauh ke selatan, jauh dari pertahanan utama Axis.
Tetapi
pada tanggal 30 dan 31 Oktober, sekali lagi pihak Jerman menjadi korban
dari nasib jelek! Pada dua hari itu pasukan Australia mencoba sekali
lagi merebut pertahanan-pertahanan pantai. Rommel, yang percaya bahwa
pasukan-pasukan Australia sebagai ujung tombak penggempuran paripurna
untuk melawan Montgomery, telah menyebabkan dia mempertaruhkan
segala-galanya untuk menahan pasukan Australia. Dengan demikian Rommel
telah berbuat kekeliruan menggerakkan pasukan-pasukannya ke suatu
sasaran palsu. Pertempuran yang terjadi kemudian adalah pertempuran yang
paling gigih sejak serangan Jerman terhadap titik 29 dan Kidney Ridge.
Tetapi walaupun mengalami banyak kerugian dan cedera yang amat berat,
pasukan-pasukan Australia mampu bertahan.
Pada
tanggal 1 November 1942, dalam suatu serangan artileri dan pemboman
udara yang direncanakan dengan baik dan membuat lini komunikasi Afrika
Korps acak-acakan, dimulailah Operasi Supercharge.
Segalanya nampak berjalan lancar bagi pihak Inggris. Pada malam harinya
pasukan Selandia Baru telah mencapai sasaran mereka dan pasukan tank
ikut dalam gerakan mereka menuju sasaran-sasaran selanjutnya.
Nampaknya
situasi menjadi makin berantakan pada pihak pasukan-pasukan Axis yang
bertahan. Rommel secara terus-menerus keliru memperkirakan taktik
Inggris, dan tetap percaya dengan gigih bahwa pasukan Australialah yang
menjadi ujung tombak. Maka dia mengirimkan jenderal Thoma untuk
menghadapi serangan pihak Inggris. Baru keesokan harinya Rommel
menyadari kekeliruannya dan mengirim balik Thoma ke wilayah yang
sebelumnya telah disuruhnya untuk ditinggalkan, di sekitar Tel
el-Aqqaqir. Tetapi usaha Thoma sia-sia, dan 117 buah tank Axis harus
dikorbankan dalam dua kali daya upaya perebutan kembali yang gagal.
Skuadron tank Inggris mulai merembes ke garis pertahanan musuh di
beberapa wilayah walau tidak mengganggu garis-garis komunikasi Axis,
tetapi menghancurkan unit-unit suplai di wilayah belakang. Namun
demikian, Montgomery belum juga mencapai kemenangan mutlak.
Pada
tanggal 3 November, Rommel mulai menggerakkan sisa-sisa Afrika Korps,
mengatur suatu pertahanan di sepanjang pantai sambil menarik mundur
pasukannya. Walaupun pihak Inggris telah menurunkan tekanan di sepanjang
garis front, Rommel secara hebatnya tetap konstan memberikan tekanan
terhadap pihak musuh, cukup untuk membuat Montgomery percaya bahwa
Afrika Korps masih tetap stabil. Tetapi pada siang itu pukulan terakhir
pun dilakukan. Hitler mengirim pesan kepada Rommel bahwa dia harus
bertahan karena bala bantuan sedang dikirimkan. Hitler menutup pesannya
dengan pernyataan : “kepada pasukan-pasukanmu, kau dapat menunjukkan
bahwa tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh kecuali menuju kemenangan
atau gugur.” Hitler sangat yakin bahwa walaupun serangan Inggris begitu
dahsyatnya, namun daya tahan dan kemauan Afrika Korps lebih besar lagi.
Rommel benar-benar dihancurkan oleh pesan itu. Walaupun dengan
ragu-ragu, ia tetap mencoba untuk mentaati perintah itu, namun gagal
juga. Montgomery mencium suatu gelagat yang dirasakannya sebagai suatu
krisis dalam tubuh Afrika Korps, dan karenanya ia mempergencar serangan
terhadap Jerman, baik di sisi barat maupun barat laut di sepanjang
harinya.
Pada
tanggal 4 November, pertempuran El-Alamein benar-benar berakhir. Pada
siang harinya kekuatan Axis telah runtuh dan kohesi dari unit-unit di
sepanjang front berantakan. Bahkan Thoma, yang pada menit-menit terakhir
tetap dengan gigih mencoba untuk menahan gerakan maju dari pasukan
Inggris, akhirnya tertangkap oleh Inggris! Rommel memutuskan bahwa
keadaan sudah tidak dapat diharapkan lagi, dan ia memerintahkan kepada
unit-unit mekanisnya untuk segera mundur ke Fuka, meninggalkan
pasukan-pasukan infanterinya yang sedang menghadapi gerak maju
pasukan-pasukan Inggris.
Pertempuran
El-Alamein, walaupun dianggap sebagai salah satu dari yang paling
menentukan di antara pertempuran-pertempuran lainnya dalam Perang Dunia
II, sesungguhnya tidak berbeda dengan pertempuran-pertempuran lain yan
terjadi di gurun pasir. Walaupun Montgomery tercatat sebagai pemenang
dalam pertempuran habis-habisan tersebut, ia gagal menghentikan kekuatan
penggerak lawannya, Rommel, dan perang di medan tandus Afrika masih
harus berjalan sampai beberapa waktu lamanya, baru berakhir dengan
dihancurkannya Afrika Korps oleh kekuatan gabungan Inggris dan Amerika
yang menjepit dari dua arah dan melumpuhkan korps super legendaris itu
untuk selama-lamanya.
Dari
segi kerugian, Rommel telah kehilangan setiap tank dari divisi
panzernya. Kira-kira 30.000 orang pasukannya masuk kantong Sekutu
sebagai tawanan. Rommel telah meninggalkan lebih dari 1000 meriam di
medan perang, dan hanya 20 dari 500 tanknya dalam kondisi operasional!
Benar-benar suatu perang puputan (habis-habisan) yang sangat ditakutkan
oleh Inggris, namun berhasil mereka menangkan.
Gambaran
peperangan secara keseluruhan menunjukkan bahwa mereka tidak
mengandalkan kemenangan-kemenangan di Afrika Utara dan dengan demikian
Hitler tidak sepenuhnya menunjang kekuatan Rommel, dan bahkan terlihat
tidak terlalu peduli akan masalah di wilayah ini. Tetapi
bagi Inggris, peperangan di wilayah Afrika merupakan segala-galanya.
Peperangan di Afrika merupakan pengalaman pertama bagi mereka sebagai
perang habis-habisan sejak Perang Dunia Pertama. Yang mungkin lebih
menonjol adalah fakta bahwa Sekutu memerlukan suatu tempat di mana
mereka bisa menuding dan berkata, “Jerman kita kalahkan disini.” Di
El-Alamein pihak Inggris menjejakkan kaki mereka di jalan yang kemudian
menuju ke kekalahan total dari kekuatan lawan.
Sukses
di El-Alamein paling baik digambarkan oleh Churchill, yang sesudah
pertempuran El-Alamein mengatakan, “Sebelum El-Alamein kita tidak pernah
mencapai kemenangan. Sesudah El-Alamein kita tidak pernah menderita
kekalahan.”
Sumber :
Majalah TSM edisi Nomor 5 tahun 1987