SELAMAT DATANG DI BLOG BALTICS REBORN

Album Foto

Pertempuran Stalingrad

"So machen wir's: 1. Zug link, 2. Zug rechts!" Oberleutnant Friedrich Winkler (pangkat terakhir Hauptmann) dari 6.Kompanie/Infanterie-Regiment 577/305. Infanterie-Division memberi perintah kepada para Gruppenführer dari batalyonnya yang berkumpul di dekat pabrik senjata "Barrikady", sektor utara Stalingrad, tanggal 16 Oktober 1942 selama berlangsungnya Unternehmen Hubertus. Foto oleh Kriegsberichter Heine. Di foto atas, perhatikan bahwa prajurit di kiri (memakai stahlhelm dengan pola kamuflase Hungaria sebagai covernya) membawa senapan mesin PPSh-41 (Pistolet-Pulemyot Shpagina) hasil rampasan dari tangan Soviet


Sekarang kita melihat prajurit yang sama yang ada di foto sebelumnya (bersama dengan Oberleutnant Friedrich Winkler), yang difoto bersama dengan senapan mesin PPSh-41 (Pistolet-Pulemyot Shpagina) buatan Rusia di tangannya. Foto yang diambil oleh Kriegsberichter Heine ini kemungkinan besar diambil di waktu yang sama atau tidak berjauhan, yang terlihat dari samanya pula helm yang dikenakan oleh si prajurit, yang memakai cover pola kamuflase 1938 M Sátorlap-esögallér Hungaria. Dia adalah bintara berpangkat Feldwebel dan berasal dari Sturmpionier-Bataillon


Hauptmann Friedrich Konrad Winkler dilahirkan tanggal 22 Agustus 1909 di Worms (salah satu kota tertua Jerman yang berada di pinggir sungai Rhine). Dia adalah seorang prajurit profesional yang telah 12 tahun bertugas di AD Jerman (biasanya diberi julukan sebagai "Zwölfender"). Winkler dipromosikan menjadi Oberleutnant tanggal 1 November 1941, dan disusul dengan Hauptmann tanggal 1 Desember 1942. Pada pertengahan tahun 1942, dia ditransfer ke 305. Infanterie-Division dari unit sebelumnya, Infanterie-Regiment 56. Pada awalnya dia bertugas di Stabskompanie dari Infanterie-Regiment 577 (diganti menjadi Grenadier-Regiment 577 mulai 15 Oktober 1942), tapi kemudian Winkler dikasih tanggungjawab sebagai Chef 6.Kompanie di resimennya dalam pertempuran di pabrik senjata Barrikady yang berada di utara Stalingrad. Grenadier-Regiment 577 hancur lebur di kota tersebut bulan Januari 1943, dan Winkler ditangkap sebulan kemudian. Tak lama setelahnya dia meninggal dalam tahanan Soviet di kamp Beketowka tanggal 8 Februari 1943 di usia 34 tahun. Dari foto ini pula kita bisa melihat medali-medali yang telah diraihnya: Infanterie Sturmabzeichen in Silber, Eisernes Kreuz I klasse, Eisernes Kreuz II klasse (meskipun tidak terlihat dalam foto ini, tapi sudah menjadi kewajiban bagi seorang prajurit Jerman yang dianugerahi EK I klasse untuk mendapatkan II klasse-nya terlebih dahulu), Verwundetenabzeichen in Silber, Ostmedaille, dan Kriegsverdienstkreuz II klasse (dua yang terakhir diwakili oleh baris pita di atas saku). Seperti yang bisa anda lihat, Infanterie Sturmabzeichen-nya patah. Ternyata pula, mematahkan Infanterie Sturmabzeichen biasa dilakukan oleh para veteran Stalingrad sebagai indikasi (sekaligus kebanggaan) bahwa mendapatkan medali tersebut di Stalingrad mempunyai level yang jauh lebih tinggi daripada mendapatkannya di tempat lain!


Sumber :
Buku "Island Of Fire: The Battle For the Barrikady Gun Factory In Stalingrad November 1942 - February 1943" karya Jason D. Mark
Foto koleksi Bundesarchiv Jerman
www.en.wikipedia.org
www.flickr.com
www.wehrmacht-awards.com

Album Foto Fallschirm-Panzer-Division 1. Hermann Göring (HG)

Dua buah Panzerkampfwagen V Panther dari Fallschirm-Panzer-Division 1. Hermann Göring dan serombongan Panzergrenadier dari Fallschirm-Panzergrenadier-Regiment 2 Hermann Göring berbaris melintasi hutan selama berlangsungnya Pertempuran Bautzen di dekat Kodersdorf, 10km utara Görlitz, Niederschlesien (Lower Silesia), Jerman, tanggal 20 April 1945. Pertempuran Bautzen sendiri merupakan salah satu pertempuran besar terakhir di Front Timur dan berlangsung dari tanggal 21 s/d 30 April 1945


Sumber :
www.flickr.com

Album Foto Amerika Serikat Dalam Perang Dunia II


Foto terkenal yang memperlihatkan Private James W. "Jim" Flanagan (14 Maret 1923 - 8 Desember 2005), CoC 2nd platoon/502nd Parachute Infantry Regiment/101st Airborne Division, sedang memegang bendera Swastika hasil rampasan yang diambil di Marmion, Prancis, di pagi hari pertama serbuan Sekutu ke Normandia (6 Juni 1944)


Setelah pertempuran usai, para pemenang dari 3/502nd Parachute Infantry Regiment memamerkan hasil rampasan mereka: sebuah bendera Swastika! Dari kiri ke kanan: Lieutenant Colonel Robert G. Cole, 1st Sergeant Hubert Odom (DSC, G/502), Staff Sergeant Robert P. O'Reilly (HQ, 3/502), dan Major John P. Stopka (XO, 3/502)


Sebuah halftrack M3A1 dari 14th Armored Division "Liberator" melintasi sebuah tank Sherman M4A3(76)W yang masih terbakar dengan komandan tank terbujur kaku tanpa nyawa di turetnya. Foto ini diambil tak lama setelah serangan Jerman berlangsung di Barr, Alsace, timur-laut Prancis, tanggal 29 November 1944


sebuah Tank Sherman M4A3(76)W dari 14th Armored Division "Liberator" bergerak dengan hati-hati melintasi jalinan kabel dengan bantuan para awaknya. Sebagai tambahan pelindung terhadap ancaman Panzerfaust, tank satu ini telah dilengkapi dengan karung pasir di sekelilingnya. Foto diambil di Rittershoffen, Alsace, timur-laut Prancis, bulan Maret 1945


Para GI dari 1st Infantry Division "The Big Red One" bersembunyi di balik tank Sherman M4A3E8 dan M4A3(76)W dari 745th Tank Battalion demi menghindari tembakan sniper Jerman yang asalnya masih belum diketahui. Lokasinya adalah di Sankt Andreasberg, Niedersachsen (Lower Saxony), Jerman, tanggal 14 April 1945


Sumber :
Buku "101st Airborne: The Screaming Eagles in World War II" karya Mark Bando
www.flickr.com

Album Foto Kanada Dalam Perang Dunia II

Di bawah ancaman tembakan sniper Jerman yang tersembunyi, para prajurit dari The Carleton and York Regiment/1st Canadian Infantry Division "The Old Red Patch" bergerak maju secara hati-hati di sepanjang jalur sempit di desa pegunungan Campochiaro, Italia, tanggal 21 Oktober 1943. Seorang rekan mereka telah tergeletak tak bernyawa menjadi korban si sniper


Sumber :
www.flickr.com

Album Foto Inggris Dalam Perang Dunia II


Para anggota 45 Commando Royal Marines, yang diperbantukan di 3rd Infantry Division dalam penyerbuan amfibi Sekutu ke Sword Beach, bergerak maju melintasi sebuah jalan di Colleville-sur-Orne, 10km timur-laut Caen, dalam usaha mereka membantu rekan seperjuangan yang terperangkap pasukan Jerman di Jembatan Pegasus, Normandia, tanggal 6 Juni 1944


Di hari kedua Pertempuran Arnhem selama berlangsungnya Operasi Market Garden, para pasukan terjun payung dari HQ Troop/1st Airlanding Brigade Recce Squadron, menyiapkan posisi pertahanan di dekat stasiun kereta api di Wolfheze, bagian terluar kota Arnhem (Belanda), tanggal 18 September 1944. Disini kita bisa melihat seorang Para berbaring telungkup sambil siap tempur dengan senjata PIAT di tangannya. PIAT (Projector, Infantry, Anti Tank) adalah senjata anti-tank dengan jarak efektif 110m yang dikembangkan oleh Inggris dalam Perang Dunia II


Prajurit-prajurit dari 2nd Battalion/The Wiltshire Regiment, dengan didukung oleh tank "Churchill" dari 6th Guards Tank Brigade/British Second Army, berusaha membersihkan kantong-kantong perlawanan di dekat Lübeck, kota pelabuhan terbesar Jerman yang berada di Laut Baltik, 50km timur-laut Hamburg, Jerman, tanggal 2 Mei 1945


Sumber :
www.flickr.com
www.iwm.org.uk
www.saak.nl

Friday, September 14, 2012

Album Foto Mobil VW-Kübelwagen


Dua orang GI dari US 75th Infantry Division memeriksa sebuah VW type 82 "Kübelwagen" yang ditinggalkan oleh pemiliknya di jalan utama Beffe, 40km sebelah selatan Liège, Belgia, tanggal 7 Januari 1945. Mobil ini berasal dari 2. SS-Panzer-Division "Das Reich" yang ikut berpartisipasi dalam Ofensif Ardennes bulan Desember 1944. Di latar belakang tampak tank Sherman M4A3(76)W dari 4th Cavalry Group Amerika



Sumber :
www.flickr.com

Album Foto Abwurfbehälter für Nachschub (Kontainer Suplai)

Tenda zeltbahn tempat peristirahatan para Fallschirmjäger, dengan sebuah FJ Abwurfbehälter (kontainer pasukan parasut) di latar depan. Abwurfbehälter für Nachschub (kontainer suplai yang diterjunkan menggunakan parasut) biasanya dikeluarkan dari pesawat transport Junkers Ju 52 melalui pintu samping kiri. Setiap kontainer biasanya berisi perlengkapan untuk tiga atau empat Fallschirmjäger dan biasanya (lagi) dikeluarkan saat, atau setelah, Fallschirmjäger-Fallschirmjäger terjun dari pesawat. Setiap pesawat rata-rata diisi 12 orang prajurit serta empat kontainer, dan selalu diterjunkan dalam rentang waktu 9-10 detik. Ketika terjadi delay, atau ketika tidak semua penerjun berhasil dikeluarkan saat pesawat telah berada di posisi penerjunan, maka mau tidak mau pesawat harus memutar balik lagi ke tempat semula dan menerjunkan sisa muatan


Di pagi hari di kota Roma (Italia) tanggal 8 September 1943, para anggota 2. Fallschirmjäger-Division mengeluarkan peralatan mereka yang tersimpan di FJ-Abwurfbehälter selama berlangsungnya Unternehmen Achse. Operasi ini bertujuan melucuti Angkatan Bersenjata Italia setelah sang "mantan teman" menjalin perjanjian perdamaian dengan pihak Sekutu yang sudah mendarat di tanah Italia


Foto-foto yang memperlihatkan Abwurfbehälter für Nachschub, Mischlast Abwurfbehälter 250 (Kg)

Sumber :
Foto koleksi Bundesarchiv Jerman
Foto koleksi NARA Archives
www.commons.wikimedia.org
www.flickr.com
www.histomil.com
www.warbirdresourcegroup.org

Album Foto 2. SS-Panzer-Division "Das Reich"

Flak-Kanoniere dari 2. SS-Panzer-Division "Das Reich" melambaikan bendera Swastika untuk memberi pemberitahuan kepada pilot Stuka di angkasa akan posisi mereka di front depan di Belgorod, Rusia, tanggal 3 Agustus 1943. Di sebelah kiri adalah kendaraan Sd.Kfz. 10/5 yang membawa FlaK 30 20cm


Sumber :
www.flickr.com

Album Foto schwere Panzer-Abteilung 503

13 Agustus 1943: Serombongan Panzerkampfwagen VI Tiger, dengan para komandannya nongol di cupola, yang berasal dari schwere Panzer-Abteilung 503/III.Armeekorps sedang menanjaki sebuah bukit di front depan dekat Belgorod, Rusia, dalam fase Ofensif Belgorod-Kharkov yang dilancarkan oleh Tentara Merah (12 Agustus 1943 - 23 Agustus 1943). Schwere Panzer-Abteilung 503 sendiri adalah satu-satunya unit tank berat Jerman yang berada di dekat Belgorod. Foto oleh Kriegsberichter Bernd Lohse dari Propaganda-Kompanie (PK) 666


Sumber :
Foto koleksi Bundesarchiv Jerman
www.commons.wikimedia.org

Thursday, September 13, 2012

Album Foto Westwall (Siegfriedstellung/Siegfried Line)

Peta Westwall/Siegfried Line. Sebenarnya ada dua Siegfried Line yang dikenal: yang pertama dibuat sebagai bagian dari Hindenburg Line yang dibangun di Prancis Utara tahun 1916-1917 (Perang Dunia Pertama), sementara yang kedua (yang lebih populer) dibuat oleh Nazi Jerman tahun 1930-an di wilayah perbatasannya dengan Prancis, berhadapan dengan Maginot Line. Orang Jerman menamainya Westwall, sementara Sekutu lebih senang menamainya sebagai Siegfried Line sebagai pengingat benteng yang lebih dulu dibangun. Jalinan benteng pertahanan ini membentang dari Kleve, di perbatasan dengan Belanda, melalui perbatasan lama di wilayah barat zaman kekaisaran Jerman sampai ke kota Weil am Rhein di perbatasan dengan Swiss, sepanjang 630km dengan lebih dari 18.000 bunker, terowongan dan jebakan tank di dalamnya!


Adolf Hitler dalam inspeksi ke Westwall tanggal 14-19 Mei 1939. General der Infanterie Alfred Wäger (Generalkommando Grenz Truppen Oberrhein) sedang menunjukkan dimana lokasi WC umum berada. Di kiri dan kanan Hitler berdiri dua orang kepercayaannya: Generaloberst Wilhelm Keitel (Chef des Oberkommandos der Wehrmacht) dan Reichsführer-SS Heinrich Himmler (Chef der SS und Deutschen Polizei)

Adolf Hitler dalam inspeksi ke Westwall tanggal 14-19 Mei 1939. Dari kiri ke kanan: SA-Obergruppenführer Dr.ing.Prof.h.c. Fritz Todt (Generalinspekteur für das deutsche Straßenwesen), General der Infanterie Alfred Wäger (Generalkommando Grenz Truppen Oberrhein), Heinz Linge (persönliche Ordonnanz Hitlers), SS-Obersturmbannführer Prof.Dr.med. Karl Brandt (Hitlers Begleitarzt), dan Adolf Hitler


Sumber :
Foto koleksi Hugo Jaeger/LIFE
www.commons.wikimedia.org
www.forum.axishistory.com
www.picturemaxx.com

Operasi Barbarossa


Invasi Jerman ke Uni Soviet

Tentara Jerman melemparkan granat tangan Potato-Smasher dalam fase-fase awal Operasi Barbarossa

Master Blitzkrieg (serangan kilat) Jerman terkenal, Generaloberst Heinz Wilhelm Guderian bersama pasukannya. Di belakang terlihat jenderal tank terkenal lainnya, Generalleutnant Graf Hyazinth Strachwitz von Gross-Zauche, der Panzergraf!

Tipikal tentara Wehrmacht Jerman, seorang Sersan dengan dekorasi Eiserne Kreuz 1 klasse dan General Assault Badge di dadanya

Pasukan SS dengan tawanannya, tentara Asia Rusia. Selama Operasi Barbarossa sendiri, jutaan (!) tentara Rusia tertawan, yang sebagian besar di antaranya tewas di kamp-kamp tawanan Jerman

Panzerkampfwagen III yang berasal dari Divisi Panzer ke-8 sedang menyeberangi sungai Bug di Rusia. Terlihat log-log kayu di belakangnya untuk memudahkan mereka melewati jalan berlumpur yang mulai banyak didapati selama musim gugur Rusia yang menyesakkan

Makam tentara Jerman di dekat Moskow. Kebanyakan makam sederhana semacam ini pada akhirnya diratakan oleh Rusia sehingga tak terhitung berapa banyak pasukan Jerman yang terbunuh di front Timur yang tak diketahui kuburnya!

Peta Operasi Barbarossa



Adolf Hitler dalam bukunya “Mein Kampf” (Perjuanganku) yang ditulis tahun 1920-an telah menunjukkan obsesinya untuk memperluas wilayah Jerman.

Maksudnya tak lain untuk menjamin kehidupan bangsa dan negaranya di bumi ini. “Untuk itu kami pertama-tama tak pernah lepas untuk berpikir tentang Rusia dan negara-negara perbatasannya,” kata Hitler.

Kekayaan alam termasuk hasil pertanian Rusia yang menjadi magnet bagi pemimpin Nazi tersebut. Dorongan juga muncul oleh pandangannya yang merendahkan derajat bangsa-bangsa Slav serta ideologi Bolsewisme Rusia yang dianggapnya merupakan ‘persekongkolan Yahudi’.

Karena itu dunia sangat heran dan seakan tak percaya ketika Jerman dan Rusia pada tanggal 22 Agustus 1939, 10 hari menjelang pecahnya Perang Dunia II, menandatangani pakta non-agresi.

Benar, rupanya itu merupakan strategi Hitler untuk mengamankan pintu belakangnya lebih dulu ketika dia sibuk menyerbu ke Barat, menggulung Prancis, Belanda, Belgia, dan lain-lainnya. Nanti setelah front Barat dikuasainya, barulah dia berpaling ke Timur.

Dalam bulan Juli tahun 1940, pemimpin Nazi itu memerintahkan para jenderalnya mempersiapkan rencana invasi ke Timur (Rusia). Banyak jenderal Jerman yang keberatan. Mereka mengingatkan pengalaman pahit pada Perang Dunia Pertama ketika Jerman harus menghadapi dua front sekaligus dan akhirnya kalah.

Tetapi Hitler tetap ngotot dan menegaskan bahwa Jerman tidak boleh menunggu sampai Rusia menjadi kuat. Ia meyakinkan para jenderalnya, Rusia yang sedang lemah itu pasti dapat segera dibereskan dalam tempo delapan hingga sepuluh minggu saja. “Cukup dengan menendang pintunya saja, dan seluruh bangunan yang telah lapuk itu akan ambruk,” tegas Hitler kepada para jenderalnya yang masih ragu.

Karena itu kegiatan menyusun rencana invasi terus dilakukan, dan hasilnya berupa suatu operasi militer raksasa yang diberi nama “Barbarossa” atau Janggut Merah, nama julukan bagi kaisar Jerman Friedrich I yang meninggal dalam Perang Salib abad ke-12. tanggal dilancarkannya operasi penyerbuan ke Rusia pun ditetapkan, yaitu musim semi menjelang musim panas.

Ketika staf perencanaan operasi ini membeberkan peta Rusia, jago perang tank Jerman Generaloberst Heinz Guderian pun terbelalak matanya dan tak dapat menyembunyikan kekecewaan serta kecemasannya. Ia tersadar akan keraksasaan tanah Rusia. Tetapi bagi seorang militer, perintah adalah perintah, titik!

Begitu yakinnya para perencana bahwa operasi melumpuhkan Rusia hanya perlu waktu pendek dan sebagian besar pasukan Jerman sudah dapat ditarik kembali sebelum musim dingin tiba, sehingga mereka pun tidak begitu menyiapkan peralatan untuk musim dingin, termasuk pakaian khusus bagi pasukannya.

“Kemenangan kilat di front Barat telah mengakibatkan para perencana menghapuskan kata ‘tidak mungkin’ dalam kamus mereka,” kata Guderian.

Sementara itu dalam perkembangan lain, diktator Fasis Italia Benito Mussolini ingin menunjukkan dirinya tak kalah hebat dari Hitler. Pada tanggal 28 Oktober 1940, dia memerintahkan pasukannya menyerbu Yunani dari Albania yang telah didudukinya. Tetapi petualangannya ini gagal secara memalukan. Pasukan Italia dipukul balik oleh Yunani, bahkan terancam terusir dari Albania.

Tetapi Hitler tak mau membiarkan sekutunya ini kehilangan muka, sehingga dia terpaksa turun tangan menyerang Yunani dan juga Yugoslavia. Akibatnya, Operasi Barbarossa yang sedianya dimulai pada bulan Mei terpaksa ditunda, karena sebagian kekuatan Jerman dialihkan untuk medan perang baru yang tadinya tak masuk dalam rencana.

Barbarossa baru dapat dilancarkan pada musim panas, tanggal 22 Juni 1941, dan ini berarti jaraknya makin dekat dengan musim dingin Rusia yang terkenal ganas, yang dalam sejarah pernah berperan besar menggagalkan ambisi Kaisar Napoleon dari Prancis untuk merebut Moskow pada tahun 1812.

Kini sejarah terulang lagi, Jenderal Musim Dingin (Winter General) di Rusia akan menjadi bencana bagi tentara Jerman (Wehrmacht) yang terkenal tangguh itu.

Kini kita meloncat dulu ke tanggal 5 Desember 1941...

Di hari yang amat dingin itu, Otto Schiele, seorang prajurit dari Kompi 4, Batalyon 3, Divisi Infanteri ke-31 Jerman merogoh sakunya, mengeluarkan selembar kertas koran yang sudah usang, terbitan beberapa bulan sebelumnya. Dari koran Volkischer Beobachter itu ia sekilas membaca judul berita utamanya, pidato Menteri Propaganda Nazi, Joseph Goebbels, “Kampf bis zum letzten mann und der letzen kugel! (Bertempur sampai orang terakhir dan peluru terakhir!, red).”

Tetapi prajurit muda ini tidak berniat membaca koran bekas itu. Ia malah merobeknya dengan hati-hati, membentuk selembar kertas. Kemudian dari saku yang lain, ia mengeluarkan sekantung kecil tembakau, menjumput sedikit isinya lalu menggulungnya di kertas menjadi rokok.

Ketika Schiele sedang menikmati rokoknya, hawa dingin yang menggigilkan tiba-tiba masuk menyerbu ruang pondoknya. Rupanya pintu dibuka dan seorang serdadu bertopi baja dan memakai mantel tebal masuk. Pada overcoatnya bertaburan salju yang telah membeku menjadi bunga es. Dari bibir pucatnya yang bergetar, serdadu itu mendesis, “Scheisse, malam ini udara pasti lebih membeku.”

Seorang prajurit lain yang bernama Wallner bersiap-siap menggantikan berjaga di luar. Ia memakai pakaian hangat dan kaus kaki rangkap-rangkap. Sebelum keluar pintu ia meraih senjatanya seraya mengingatkan agar makan paginya disiapkan, termasuk kopinya. Ia keluar, menghilang di kegelapan malam yang teramat dingin, dengan suhu tercatat 42 derajat celcius di bawah nol! Ketika ditemukan esok paginya, tubuh Wallner telah membeku kaku seperti papan. Dia mungkin tidak menderita terlalu lama, jatuh tertidur lalu membeku sampai mati.

Dapatlah dikatakan bahwa tanggal 5 Desember 1941 akan tercatat dalam sejarah peperangan modern sebagai Hari Pengorbanan Tentara Infanteri Jerman. Hari itu, Divisi ke-31 menunjukkan keperwiraan yang luar biasa, jatuh bangun dan berusaha terus mencapai sasarannya, kota Moskow. Namun perubahan cuacalah yang akhirnya menentukan jalannya peristiwa sejarah. Malam itu, dalam cuaca bulan purnama yang menerangi permukaan bumi yang serba putih, suhu terus melorot turun menjadi minus 46 derajat celcius!

Dalam kesunyian membeku itu, lambat-lambat terdengar deru mesin dipanaskan. “Ooh, itu tank-tank Rusia, bukan punya kita,” kata seorang Kopral yang telinganya telah terlatih. Masa penantian yang mencekam pasukan Jerman yang berada di garis terdepan yang telah mendekati ibukota Rusia akhirnya berakhir, dengan perintah untuk maju menyerang. “Auf marsch-marsch! (maju-maju!, red)” teriak para Sersan kepada satuan masing-masing. Apa pun yang bakal mereka segera hadapi, bagi semua prajurit Jerman adalah lebih menggembirakan daripada harus bertahan dan mati membeku dalam kedinginan.

Dengan nafas terengah, mereka pun maju melawan lapisan salju yang telah mencapai pinggang. Tenaga terkuras untuk setiap langkah. Nafas hangat yang keluar dari mulut mereka serta-merta membeku begitu dihembuskan. Mereka jatuh bangun, terperosok di salju, dan Sersan-sersan tak henti-hentinya berteriak menyemangati para prajuritnya, sampai tiba-tiba hujan tembakan musuh menyirami mereka. Banyak yang langsung terkapar di lapisan salju, dan merahnya darah mulai mewarnai bumi yang putih bersih. Mereka yang terjatuh, hanya dalam hitungan menit tubuhnya langsung kaku membeku.

Para prajurit Jerman tak mempunyai pilihan lain. Mereka berusaha maju terus. Tetapi banyak senjata mereka yang macet, beku, karena memang tak pernah dipersiapkan secara khusus menghadapi peperangan melawan Winter General. Sangat berbeda dengan Pasukan Merah yang kualitas pakaian dan sepatu hangatnya jauh melebihi pasukan Jerman, sementara persenjataannya pun telah disesuaikan untuk anti-beku.

Medan perang di muka kota Moskow menyaksikan pertempuran hidup-mati yang dahsyat. Semangat para pasukan Jerman yang memilih lebih baik mati bertempur daripada membeku di padang salju membuat mereka seperti banteng terluka yang mengamuk.

Pagi harinya, langit kelam yang menggelayut telah sirna, seperti layar dalam drama Yunani yang terbuka pelan-pelan. Pertempuran hebat terus berlanjut, kematian demi kematian terus menumpuk, dan tatkala semua peralatan modern telah macet, maka tinggallah semangat bertahan hidup pada masing-masing prajurit yang membuat drama ini belum habis.

Semangat hidup itulah yang akhirnya membuat pasukan Divisi ke-31 Jerman berhasil memecahkan garis pertahanan Rusia, dan mereka kini tinggal delapan kilometer dari sasaran mereka. Namun, sesudah itu kemudian semuanya tiba-tiba selesai. Mereka tidak mampu bergerak lagi. Drama di muka kota Moskow itu tidak lain merupakan salah satu akibat dari ambisi gila Hitler, yang pada akhirnya ikut menyumbang titik balik dari kemenangan Jerman Nazi menjadi kekalahannya.

Ambisi Hitler yang mula-mula tertuang dalam ‘kitab sucinya’ Nazi yaitu 'Mein Kampf', kemudian dijabarkannya dalam arahan resmi, Führer Befehl No. 21 yang dibuatnya pada tanggal 18 Desember 1940 (ketika masih dalam ikatan Pakta Non-Agresi dengan Rusia). Direktif itu menggariskan bahwa tentara Rusia yang ditempatkan di Rusia bagian Barat harus dihancurkan dengan operasi kilat yang diujungtombaki oleh kekuatan lapis baja. Selanjutnya usaha pengunduran diri secara teratur dari musuh ke wilayah luas di pedalaman Rusia harus dicegah.

Operasi Barbarossa yang dilaksanakan dan digelar secara mendadak ini memang telah diraba oleh pihak Soviet. Namun mereka tidak pernah memperkirakan bahwa datangnya akan secepat itu. Diktator Soviet Josef Stalin tidak mau mempercayai laporan serta peringatan dari jaringan mata-matanya, termasuk Dr. Richard Sorge, spion paling dahsyat di dunia, yang memperoleh bocoran rahasia Barbarossa di Tokyo. Sorge juga berjasa terhadap Stalin karena meyakinkan bahwa Jepang tidak akan menyerang Rusia sehingga Stalin tak perlu menghadapi dua front.

Ketidakpercayaan Stalin akan serbuan Jerman itu pun masih terjadi bahkan ketika Wehrmacht telah menyeberangi perbatasan dan menghantam pasukan garis depan Rusia! Melalui Marsekal Timoshenko, dia sempat memerintahkan panglima Rusia di front depan, Jenderal Boldin, agar tidak melakukan aksi apapun terhadap pasukan Jerman. Semua aksi militer harus sepengetahuan dan seizin Stalin sendiri. Boldin menjawab bahwa perintah itu tidak mungkin dijalankan, “Tentara kami terus terdesak mundur, kota-kota dibakar, dimana-mana orang dibunuh,” ungkapnya.

Namun jawaban dari Moskow ternyata tetap menegaskan bahwa perintah Stalin itu harus tetap dilaksanakan, titik! Dalam kondisi yang serba bingung di pihak musuh ini, maka mesin perang Jerman pun menggelinding dengan cepat ke sasaran-sasarannya. Apalagi ketika itu musim panas, sehingga walau jalan-jalan di Rusia berbeda dengan jalan-jalan di front barat yang mulus, lebar dan modern, tapi tank-tank Jerman tetap dapat melewatinya dengan baik.

Jalan-jalan tanah Rusia dengan debunya yang tebal dan halus memang mengganggu, namun belum menjadi rintangan besar, kecuali harus lebih rajin membersihkan mesin kendaraan perang yang dirongrong debu. Namun untuk pasukan infanteri, cuaca terasa amat panas dan cukup menyiksa bagi yang tidak terbiasa. Apalagi, mereka harus selalu menghirup debu dan kehausan.

Operasi Barbarossa ini dilakukan dengan terobosan oleh tiga grup tentara, masing-masing Utara, Tengah dan Selatan. Grup Utara pimpinan Generalfeldmarschall Wilhelm Ritter von Leeb menyerbu dari Prusia Timur dengan sasaran Leningrad (St. Petersburg). Grup Tengah di bawah komando Generalfeldmarschall Fedor von Bock dari Polandia melalui hamparan rawa-rawa luas Pripyat menuju Smolensk untuk kemudian ke Moskow. Sedangkan grup Selatan yang dipimpin oleh Generalfeldmarschall Gerd von Rundstedt bergerak ke arah Kiev dengan tujuan menguasai wilayah gudang pangan (gandum) di Ukraina serta sumber minyak bumi di Kaukasus.

Tentara Rusia yang tidak menyangka dan tidak siap menghadapi Barbarossa, dengan cepat digilas oleh mesin perang Jerman. Dalam beberapa bulan pertama invasi itu, hampir tiga juta pasukan Rusia ditawan serta 17.000 tanknya dihancurkan. Stalin memang memiliki lebih banyak tank, pesawat terbang, dan sumber daya manusia, tentara, tetapi kekuatan tersebut pada awal perang terpencar dalam wilayah yang begitu luas, dari Siberia, Mongolia Luar, hingga perbatasan Polandia.

Banyak pimpinan tentara merah yang berotak cemerlang juga telah dilenyapkan dalam aksi pembersihan besar-besaran (the Great Purge) tahun 1937. Tetapi dinamika invasi Jerman dengan garis front yang sangat panjang dan melebar itu, kemudian terbukti hanya mampu bertahan sekitar lima bulan saja.

Hitler dari awal membuat kesalahan besar dengan memandang rendah keuletan dan kemampuan perlawanan pihak Soviet, serta melupakan bahwa ukuran-ukuran geografis di Rusia adalah serba luar biasa besaran luas dan jaraknya. Belum lagi prasarana dan sarananya yang kala itu masih terbelakang, sehingga kurang mendukung operasi peralatan perang yang mekanis, modern, dan mobil. Akibatnya pengiriman logistik ke pasukan-pasukan terdepan semakin sulit, baik karena jarak maupun gangguan dari para partisan (gerilya) Rusia.

Sekalipun demikian, sampai pertengahan Juli sekitar dua pertiga jarak tempuh ke Moskow telah dicapai oleh pasukan lapis baja Jerman yang dipimpin oleh jenderal-jenderal yang telah kenyang makan asam garam peperangan seperti Guderian, Hoepner dan Hoth. Namun pada tanggal 19 Juli 1941, Hitler mengeluarkan lagi direktifnya, Führer Befehl No.33, yang segera terbukti menjadi blunder terbesarnya dengan akibat sangat fatal bagi Jerman.

Hitler yang tertarik untuk memperoleh kemenangan spektakuler dengan menawan pasukan musuh dalam jumlah besar, mendadak memerintahkan gerak maju pasukannya ke arah Moskow dihentikan sementara. Ia menarik pasukan baja Hoth ke utara, untuk membantu pengepungan terhadap Leningrad. Sedangkan pasukan tank Guderian diperintahkannya ke selatan untuk ikut mengepung sejumlah besar pasukan  Rusia di Kiev.

Keputusan Hitler yang cenderung politis dan bukannya berdasar pertimbangan militer sepenuhnya, bukannya tanpa tentangan dari para jenderalnya, termasuk Guderian sendiri. Mereka lebih menghendaki gerak maju ke Moskow diteruskan, karena bagaimanapun kota ini adalah pusat dan simbol kekuasaan dari pemerintahan komunis Uni Soviet.

Para jenderal itu juga sebetulnya khawatir akan datangnya musim dingin sebelum mereka berhasil merebut Moskow. Namun Hitler tidak peduli. “Baginya, tingginya angka tawanan perang musuh merupakan bukti konklusif superioritas Jerman,” tulis Kepala Staf Generaloberst Franz Halder dalam catatan hariannya.

Dengan keputusannya yang tidak dapat ditawar demi memetik kemenangan spektakuler namun kurang berarti dari segi militer itu, maka Hitler telah mengesampingkan tiga faktor vital yang dalam sejarah telah terbukti menjungkalkan Napoleon di Rusia. Ketiganya adalah : ruang, waktu, dan cuaca. Dan hal ini pun segera akan terbukti. Sekaligus ini juga berarti Hitler sendiri telah mengorbankan tujuan akhir Operasi Barbarossa, yaitu serangan terpadu tiga pasukan lapis baja terhadap Moskow. Jerman pun kehilangan waktu yang tak ternilai harganya selama empat minggu dalam geraknya ke Moskow. Kehilangan waktu inilah yang harus dibayar mahal sekali.

Baru pada tanggal 2 Oktober 1941 Hitler memerintahkan penyerangan dan perebutan Moskow dimulai kembali. Tanggal itu ironis sekali, karena mengingatkan pada sekitar awal bulan Oktober tahun 1812 dimana Napoleon memerintahkan bala tentaranya mundur dari Moskow karena dia khawatir akan datangnya musim dingin Rusia yang terkenal ganas. Sekarang, apa yang tadinya optimis dapat dilakukan dalam bulan Juli-Agustus yang kering, kini menjadi keraguan karena hujan akan segera tiba. Dan ini artinya jalan-jalan di Rusia yang primitif akan menjadi sungai lumpur yang sulit dilalui oleh kendaraan maupun manusia.

Sesuai perintah dari Hitler, maka subuh tanggal 2 Oktober tank-tank Jerman telah memanaskan mesinnya. “Sersan, dalam sebulan lagi kita akan menikmati sarapan yang enak dengan kaviar di Lapangan Merah, ya kan?” tanya seorang pengemudi tank yang masih muda kepada seniornya itu. Si Sersan hanya mengangkat bahunya seraya membatin, "Ah anak muda, apakah engkau tidak tahu yang sebenarnya?" ketusnya.

Komandan satuan tank itu, Hauptmann Detlef von Wagenburg mengusap matanya yang letih dan sekali lagi melihat arlojinya. “Erste Kompanie!!!?” tanyanya. “Zweite Kompanie...” Begitu para komandan kompi tanknya menjawab siap, maka derum mesin ratusan tank tiba-tiba menggemuruh dibarengi dengan dentuman-dentuman dari semua laras meriamnya. Bumi sekitarnya seolah meledak, bergetar hebat. Derak rantai dan roda-roda tank yang bergerak maju menambah hingar-bingar pagi yang dingin. Ketiga pasukan panzer Jerman bergerak serentak ke arah Timur, melindas dan menghancurkan apa saja yang menghalanginya.

Bulan Oktober merupakan musim gugur. Cuaca mulai berubah dari panas dan kering menjadi kian dingin dan basah. Serbuan ulang Jerman ke arah Moskow benar-benar tidak terbendung. Dengan cepat garis-garis pertahanan Rusia digulung. Tetapi mereka semakin ulet dan semakin fanatik.

Tank Von Wagenburg termasuk yang paling depan karena tugas satuannya adalah membungkam artileri musuh. Setelah melalui sebuah desa yang terbakar, tank-tank Wagenburg tiba-tiba dihadang sejumlah tank Rusia yang dipenuhi oleh prajurit infanteri. Sebuah tembakan tank Jerman tepat mengenai salah satu tank Rusia itu, yang langsung meledak dan melontarkan para prajurit yang bertengger di atasnya.

Tembakan anti-tank dari pasukan Rusia juga tak kalah sengit. Dari kubu-kubu mereka di balik hutan, tembakan mereka berhasil menghancurkan sejumlah tank Jerman. Teriak dan jeritan manusia bersaing dengan letusan dan ledakan peluru. Pasukan Rusia seolah-olah tidak takut mati dan melawan terus sampai darah terakhir. Namun disana-sini timbul juga kepanikan di kalangan tentara Merah itu, sehingga ada yang melarikan diri dari posisinya.

Mereka yang ketahuan lari, tak ada ampun akan ditembak oleh satuan polisi khusus Rusia (NKVD) yang terkenal kejam. Mereka ini berkeliaran mencari para desertir. Jenderal G.V. Balushin, salah seorang komandan pasukan terdepan Rusia yang baru saja menerima bintang jasa karena perlawanannya yang heroik melawan Jerman di Smolensk, tak luput dari hukum besi NKVD. Tanggal 5 Oktober 1941 daerah pertahanannya dikepung pasukan tank Jerman yang tiba-tiba muncul. Pertempuran hebat pecah, dan pasukan Jerman berada di atas angin.

Untuk mencegah penghancuran pasukannya secara sia-sia, Balushin memerintahkan pengunduran taktis. Namun keputusan ini rupanya dianggap sebagai perbuatan pengecut. Mobil jenderal ini dihentikan oleh sekelompok NKVD, dan seorang kapten NKVD menyatakan bahwa atas perintah Komite Pertahanan Moskow, Balushin dicopot pangkat dan jabatannya. “Gregori Balushin, dengan ini kamu dijatuhi hukuman mati karena kepengecutan di hadapan lawan. Hukuman akan dilaksanakan segera,” kata kapten itu.

"Oh betapa hidup ini, kemarin pahlawan, hari ini dicap pengkhianat," ujar Balushin sambil meminta rokok kepada si Kapten NKDV, dan dia diberi sebatang. Dia diberi rokok karena si Kapten tahu bahwa Balushin adalah pahlawan dan namanya sudah kadung harum di mata rakyat Rusia. Jenderal ini hanya menghisap rokoknya sekali, lalu membuangnya. Ia kemudian digandeng pergi ke balik pepohonan di pinggir jalan, dan tak lama kemudian terdengarlah letusan tembakan. Dor!!!

Gerak maju mesin perang Jerman seperti tak terbendung. Ratusan ribu pasukan dan ribuan tank serta kendaraan perang Rusia lainnya yang menjadi bagian dari perameter luar pertahanan Moskow terkepung atau hancur. Stalin yang mencemaskan kondisi itu, pada tanggal 11 Oktober 1941 mengangkat jenderal Gheorgi Zhukov sebagai Panglima Pertahanan Moskow. Zhukov segera meminta disediakan 100 divisi segar serta ratusan tank baru, T-34, yang terbukti lebih mumpuni dibandingkan dengan tank Jerman pada saat itu.

Stalin yang sementara itu baru mendapat laporan dari spionnya di Tokyo, Richard Sorge, bahwa Jepang tidak akan menyerang Rusia, segera menarik kekuatan tentaranya dari Timur dan Siberia. Setiap hari 50 hingga 100 kereta api berangkat dari Timur dengan tujuan Moskow, berisi penuh serdadu dan perlengkapan perang lainnya. Pada tanggal 12 Oktober, apa yang ditakutkan Jerman terjadilah, cuaca berubah drastis. Hujan sejak hari itu mulai turun dimana-mana dan seperti tak ada hentinya. Dari Smolensk hingga Orel, dari Viazma hingga Kalinin.

Hujan dan hujan terus. Sungai-sungai bergolak dan meluap, jalan-jalan menjadi lumpur yang pekat sampai setinggi lutut. Kendaraan bermotor Jerman pun nyungsep terjebak lumpur, kuda tak mampu menarik kereta, dan bagi prajurit infanteri, setiap langkah menjadi perjuangan tersendiri yang berat. Demikianlah, “Jenderal Lumpur” Rusia mulai beraksi, belum lagi “Jenderal Musim Dingin” nantinya.

Sekalipun menghadapi medan lumpur yang berat, pasukan Jerman tetap berusaha bergerak ke timur. Sampai akhirnya pada tanggal 19 Oktober, tentara Jerman terpaksa berhenti. Panglima sektor tengah, Jenderal Hans-Günther von Kluge mengirim kawat ke markas besar Jerman yang isinya : “Harus menunggu sampai musim beku yang akan mengeraskan jalan sehingga panzer dapat bergerak lagi.”

Mendengar itu, murkalah Hitler! Ia hanya melihat bahwa jarak ke Moskow tinggal beberapa hari lagi, mengapa kini harus berhenti? Ia pun memerintahkan : jalan terus! Maka Divisi Lapis Baja ke-3 bersama Divisi Infanteri ke-258 ditugaskan untuk menyusup ke arah barat daya Moskow melalui jalan yang masih dapat menopang mereka.

Pertempuran demi pertempuran terus berlangsung dengan sengitnya. Pelopor perang kilat, Blitzkrieg, Generaloberst Heinz Guderian, mulai patah semangat akibat lumpur, lumpur dan lumpur. Pasokan logistiknya, baik peluru, bahan bakar, maupun keperluan lainnya tertinggal 50 km di belakang pasukan tanknya, dan tidak dapat dikirim karena transportasinya jeblok akibat lautan lumpur. “Ya, main Führer, kami membaca buku pengalaman Napoleon, tetapi tuan segan dan tidak mau mendengar peringatan kami mengenai cuaca Rusia,” demikian keluh para Jenderal di front.

Pada minggu kedua bulan November, “Jenderal Musim Dingin” pun akhirnya tiba dengan seluruh kekuatannya. Tanggal 12 November 1941 itu suhu sontak merosot menjadi minus 15 derajat, dan esok harinya minus 20 derajat celcius.

Tanggal 13 November, Kepala Staf Hitler, Generaloberst Franz Halder, mengundang para petinggi militer Jerman. Dia menjelaskan rencana Hitler untuk melancarkan serbuan final ke Moskow. Namun para jenderal kurang antusias menanggapinya, karena mereka tahu nasib baik Jerman sebenarnya telah tercuri dengan blunder Hitler tatkala dia menyetop sementara serbuan ke Moskow pada musim panas yang lalu. Tetapi segala keberatan tidak didengar. Hitler tetap menghendaki tanggal 15 November sebagai awal serbuan final merebut Moskow.

Namun unsur pendadakan serangan sebenarnya telah hilang, dan perlawanan semakin tangguh dari Tentara Merah dapat dipastikan akan terjadi. Lebih dari 80 divisi segar dari Siberia telah didatangkan, sementara pasukan Jerman yang semakin menipis jumlahnya, telah keletihan karena bertempur konstan selama enam bulan terus menerus.

Malam itu para prajurit tank Jerman pun harus membuat api di bawah tank masing-masing, agar piston mesinnya tidak membeku. “Apa sasaran kita besok, herr Leutnant?” tanya seorang prajurit kepada perwiranya. Si perwira rupanya ingin membangkitkan semangat anak buahnya. “Der Rote Platz, Lapangan Merah dan ruang makan Stalin,” kata si perwira itu tanpa dapat menyembunyikan kemuramannya.

Pagi tanggal 15 November di sepanjang front yang panjangnya 1.000 Km, tank-tank Jerman yang disertai infanterinya bergerak. Tetapi kini tidak semua tank berhasil dihidupkan, sebagian membeku mesinnya. Skuadron tank Von Wagenburg yang terdiri dari 12 buah tank Panzerkampfwagen IV langsung menuju tepi sungai Nara, untuk selanjutnya ke Podolsk yang terletak hanya 34 Km dari pusat kota Moskow. “Maju terus, tembak terus!” aba-abanya ketika melihat jembatan ternyata masih utuh. Jembatan ini berhasil dikuasainya dan komandan divisi memerintahkannya untuk mempertahankannya mati-matian.

Sementara itu ratusan ribu prajurit Soviet yang masih segar dari Siberia dengan pakaian musim dingin yang berwarna kamuflase putih, mulai menyiapkan diri di sekitar Moskow. Tank-tank baru T-34 berwarna putih dalam jumlah besar pun mulai dikirim ke front. Sementara itu, pasukan Divisi Infanteri ke-258 Jerman yang bersama Divisi Lapis Baja ke-3 berada di barat daya Moskow, telah sampai ke Burzeto, 55 Km dari Moskow.

Tak mereka sangka, tiba-tiba sepasukan tank T-34 Rusia datang menyerang, menyeberangi padang salju seraya menembaki posisi Jerman dengan gencar. Senjata anti-tank Jerman pun beraksi. Namun alangkah kagetnya mereka ketika melihat pelurunya tak mempan menembus lapisan baja monster baru Rusia itu.

Namun pasukan Jerman terus menekan. Tanggal 27 November mereka berhasil mencapai kanal sungai Volga, lalu merebut Gorki, 20 Km dari Moskow. Bahkan pada tanggal 30 November, dalam kondisi hujan salju, Divisi Panzer ke-2 mampu mencapai Chimki, hanya delapan kilometer dari pinggiran kota Moskow. Sebuah patroli Batalyon Perintis malah mampu menyusup ke sebuah stasiun bis kota, 17 Km saja dari Kremlin.

Satuan perintis Jerman yang sudah mendekati Kremlin itu sempat berkelakar bahwa mereka tinggal menunggu bis kota yang akan membawa mereka ke Kremlin. Namun bis itu tidak pernah datang. Yang datang adalah sesuatu yang lain, yaitu topan salju yang seperti es dinginnya. Tak ada tempat berlindung di tempat tersebut. Semua bangunan, bahkan pohon-pohon, sudah rata dengan tanah. Keesokan harinya, yang tampak tinggal gundukan-gundukan salju dan di bawahnya adalah tubuh para prajurit yang naas tadi.

Mereka mati beku karena suhu pada malam sebelumnya mencapai 52 derajat di bawah nol. Tapi Jerman belum mau menyerah oleh kondisi alam yang merintanginya. Pengintaian yang dilakukannya dari udara menunjukkan kota Tula di luar Moskow tampaknya masih utuh. Tanggal 4 Desember pasukan Divisi Infanteri ke-31 diperintahkan untuk menguasai Tula, yang oleh Jerman akan dijadikan markas musim dingin. Namun perintah ini terlambat dua hari.

Seandainya datang terlebih dahulu, maka pasukan tank dapat membantu sebagai ujung tombak karena jalan ke Tula masih beku oleh es dan tak dapat dilintasi. Namun dalam dua hari terakhir hujan salju turun dengan hebat, mengakibatkan lapisan salju yang teramat tebal untuk dapat dilalui pasukan mekanis Jerman. Akibatnya pasukan infanteri harus berjalan sendiri tanpa perlindungan. Itu pun kalau mereka mampu berjalan menembus lapisan salju yang dalam.

Akibatnya, selain gerakan lamban sekali ditambah masih harus menangkis serangan musuh, mereka pun harus menghadapi bahaya yang mengerikan, yaitu pembusukan anggota tubuh karena frostbite dan gangrene. Para dokter pasukan tak henti-hentinya harus mengamputasi jari, baik kaki maupun tangan. Kalau tidak, akibatnya akan sangat fatal bagi si penderita.

Tanggal 4 Desember 1941 keluar perintah untuk menyerang Tula mulai pukul 01.00 pagi dengan memanfaatkan cahaya rembulan. Para prajurit Jerman tampaknya telah kehabisan tenaga karena terkuras untuk melawan dinginnya cuaca yang menusuk dan mematikan itu. Sehingga tatkala perintah telah tiba untuk menyerang, mereka pun kelihatan lebih bersemangat dan senang. Mereka merasa lebih baik menghadapi musuh yang mungkin juga berarti kematian daripada harus mati pelan-pelan karena membeku.

“Kami mencapai tepi sungai dan menyerang posisi musuh di balik garis pepohonan. Senapan mesin musuh menyapu kami, dan kami harus mundur dengan banyak korban. Karena picu senjata kami banyak yang beku dan macet, maka kami pun mencoba mengulang serangan dengan bayonet,” demikian kisah seorang prajurit Jerman.

Suhu waktu itu adalah 40 derajat celcius di bawah nol. Banyak dari kami yang luka-luka tidak dapat segera dirawat karena menunggu giliran. Akhirnya banyak dari mereka yang mati bukan karena lukanya, melainkan oleh udara yang membekukan.

Akhirnya pada tanggal 5 Desember menjelang tengah malam, panglima divisi Generalmajor Berthold memerintahkan pengunduran diri, karena kalau tidak maka ofensif balasan Rusia akan memotong-motong pasukan divisinya yang sudah melemah akibat cuaca dan serangan musuh. Setelah unit terakhir mencapai posisi bertahan yang baru, maka ketahuanlah bahwa divisi yang pada 24 jam sebelumnya masih berkekuatan penuh, kini menciut tinggal kurang dari satu batalyon.

Mereka yang masih hidup merasa kecewa seolah-olah telah dilupakan dan ditinggalkan oleh Berlin. Pengorbanan mereka dianggap sia-sia. Seperti telah diperkirakan, maka pada tanggal 6 Desember, Rusia mengerahkan kekuatannya melancarkan ofensif balasan dari perimeter pertahanannya di Moskow terhadap semua posisi tentara Grup Tengah Jerman. Ratusan tank T-34 berwarna putih dan satu juta prajurit Merah yang semuanya juga berseragam putih bergerak menerobos semua garis Jerman.

Tentara Jerman yang sudah susah payah mendekati Moskow tidak mampu lagi melawan. Mereka dipukul mundur, mundur, dan mundur terus makin menjauhi sasarannya. Mencium kemenangan, pasukan Merah pun semakin ganas membabati agresornya. Kinilah saat titik balik dan sekaligus pembalasan.

Hauptmann Von Wagenburg tegak berdiri di turret tanknya yang mogok karena beku dan ketiadaan bahan bakar. “Hari yang paling terpuji dari Deutsche Wehrmacht,” katanya dengan ironis. “Tinggal 20 Km dari Moskow dan kehabisan bensin. Untuk apa semua ini?!,” ucapnya dengan emosi.

Ia seolah-olah tidak mendengar lagi dentuman dan desingan peluru. Sebuah peluru yang mengenai tanknya, menimbulkan bunyi dentingan yang keras. Tetapi dia tidak menghiraukannya. Lalu sebutir peluru tepat menembus dadanya, dan Von Wagenburg pun langsung mati terkulai di atas tanknya.

Tak jauh darinya, dua sosok tubuh berhimpitan kaku dalam lubang pertahanan. Si pengendara tank yang muda dan sersannya tak akan pernah melihat Lapangan Merah Moskow. Mereka keburu mati bukan karena tembakan musuh, tapi akibat beku. “Serangan ke Moskow telah gagal. Kami mengalami kemunduran hebat,” kata Guderian terus terang.

Tanggal 25 Desember, Hitler mencopot jenderal tanknya yang paling kesohor tersebut, meskipun sejarah telah menunjukkan bahwa ketika Hitler yang memegang komando, maka semuanya gagal dan dia mengorbankan begitu banyak prajurit Jerman untuk tujuan yang sia-sia. Berbeda dengan masa awal perang ketika para jenderalnya masih diberi wewenang menjalankan strateginya sendiri. Hasilnya adalah kemenangan demi kemenangan.

Tetapi di Rusia, semuanya sudah terlanjur, sehingga tak terhitung lagi jumlah kuburan tentara Jerman yang berserakan di bumi Soviet. (K-4| Oleh: Alif Rafik Khan)

Pertempuran Dieppe

Invasi Sekutu Yang Gagal Atas Pantai Prancis!



Album foto Pertempuran Dieppe bisa dilihat

Oleh : Alif Rafik Khan
Pertempuran Dieppe, yang juga dikenal sebagai Penyerbuan Dieppe, Operasi Rutter atau yang kemudian disebut sebagai Operasi Jubilee, adalah sebuah serangan Sekutu tanggal 19 Agustus 1942 terhadap pelabuhan Dieppe yang dikuasai Jerman dan terletak di pantai utara Prancis. Serangan dimulai jam 05:00 subuh, dan jam 10:50 para komandan Sekutu sudah disuruh untuk mundur! Serangan ini dilakukan oleh lebih dari 6.000 orang prajurit infanteri (kebanyakan dari Kanada) yang didukung oleh armada Royal Navy dan Royal Air Force. Tujuannya adalah untuk menguasai dan mempertahankan sebuah pelabuhan utama musuh selama beberapa lama, demi untuk membuktikan bahwa hal tersebut adalah “mungkin” untuk dilakukan, dan juga untuk mengumpulkan data-data intelijen dari tawanan yang tertangkap serta senjata yang dirampas dari musuh; jangan lupakan pula reaksi Jerman setelahnya yang bisa dijadikan bahan penelitian oleh Sekutu. Sekutu juga ingin menghancurkan sebanyak mungkin pertahanan pantai, struktur pelabuhan serta semua bangunan-bangunan strategis.
                                         Sebuah markas senapan mesin MG34 Jerman

Tak ada satupun dari tujuan utama serangan ini yang berhasil tercapai. Total 3.623 dari 6.086 orang (hampir 60%) tentara Sekutu yang berhasil mendarat di pantai telah terbunuh, terluka, atau tertangkap. Royal Air Force telah gagal dalam usahanya menarik Luftwaffe dalam pertempuran terbuka, dan kehilangan 96 pesawat (setidaknya 32 di antaranya rontok karena tembakan Flak atau karena kecelakaan!) dibandingkan dengan 48 buah yang menjadi korban pesawat Luftwaffe, sementara Royal Navy kehilangan 33 kapal pendarat dan satu buah kapal perusak. Apa yang terjadi di Dieppe kemudian mempengaruhi persiapan pendaratan di Afrika Utara (Operation Torch) dan Normandia (Operation Overlord).
Bagaimanakah semua ini bermula? Mari kita kemon:
Tak lama setelah evakuasi besar-besaran British Expeditionary Forces (BEF) dari Dunkirk, pihak Inggris mulai mengembangkan sebuah pasukan penyerbu utama di bawah payung ‘Operasi Bersama’. Hal ini diikuti oleh pengembangan teknik-teknik serta peralatan yang dibutuhkan untuk operasi amfibi. Pada akhir tahun 1941 sebuah skema mulai dirancang mengenai pendaratan 12 buah divisi di Le Havre yang diharapkan akan terjadi setelah pasukan Jerman menarik pasukannya untuk menghadapi kesuksesan Soviet di Timur. Dari hal inilah lahir sebuah proposal pendaratan percobaan yang dinamai dengan Operasi Rutter. Rutter dimaksudkan untuk menguji kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam penguasaan sebuah pelabuhan yang diduduki oleh musuh, juga mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan pengoperasian armada penyerbu, dan pengujian peralatan serta teknik-teknik pendaratan.
 
Kota Dieppe dilihat dari ketinggian. Di tempat inipun pihak Jerman sudah bersiap-sedia!
Dieppe, sebuah kota pantai di departemen Seine-Maritime Prancis, dibangun di deretan jurang karang panjang yang menghadap Selat Inggris. Sungai Scie terletak di ujung barat kota tersebut, sementara Sungai Arques mengalir melalui kota dan bermuara di sebuah pelabuhan berkapasitas sedang. Pada tahun 1942, pihak Jerman telah meledakkan beberapa bangunan yang menghadap pantai demi memberi jalan terhadap upaya pertahanan pantai. Mereka juga telah menempatkan dua baterai artileri raksasa di Berneval dan Varengeville. Satu pertimbangan utama para perencana Jerman dalam membangun itu semua adalah karena Dieppe berada dalam jangkauan pesawat-pesawat Royal Air Force Inggris.
Penyerbuan Dieppe adalah sebuah operasi besar yang direncanakan oleh Admiral Lord Mountbatten dari Markas Besar Combined Operations (Operasi Bersama). Pasukan penyerbu akan terdiri dari sekitar 5.000 orang prajurit Kanada, 1.000 prajurit Inggris, dan 50 prajurit Ranger Amerika. Royal Navy akan menyediakan 237 kapal laut dan kapal pendarat, sementara Royal Air Force menyediakan 74 skuadron pesawat udara, dimana 66 di antaranya adalah skuadron pemburu.
 
Tawanan Kanada setelah pertempuran usai. Tampaknya mereka sadar bahwa nasib mereka lebih beruntung dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang tewas!
Operasi ini pertama dirancang pada bulan April 1942 oleh Markas Besar Operasi Bersama dan dinamakan sebagai “Operasi Rutter”. Sekutu bermaksud untuk melancarkan sebuah serbuan, dengan jumlah penyerang seukuran divisi, terhadap pelabuhan di pantai Prancis yang diduduki Jerman dan kemudian mendudukinya setidaknya selama dua kali laut pasang. Serbuan ini diharapkan akan menimbulkan kerusakan besar terhadap fasilitas pertahanan musuh. Rancangan operasi tersebut kemudian mendapat persetujuan dari Kepala Staff bulan Mei 1942. di dalamnya termasuk skema serangan unit-unit parasut Inggris terhadap baterai-baterai artileri Jerman di sebuah tanjung, sementara pasukan infanteri Kanada akan melancarkan serangan frontal dari lautan. Entah kenapa, operasi dari udara ini kemudian dibatalkan, dan sebagai penggantinya maka Komando No.3 dan Komando No.4 akan menyerang baterai artileri dari pantai. Di bulan Juni, BBC mulai menyiarkan siaran radio peringatan terhadap warga sipil Prancis terhadap akan adanya sebuah “perang pesisir”, dan mendorong mereka untuk cepat-cepat mengungsi dari distrik-distrik pantai di daerah Prancis yang diduduki.
Pasukan untuk operasi penyerbuan ini diambil dari Komando Tenggara dan Operasi Bersama, di bawah pimpinan Lieutenant General Bernard Law Montgomery. Rencana penyerbuannya sendiri terlihat standar dan tanpa imajinasi, dengan mengandalkan serangan frontal tanpa didahului oleh bombardemen artileri terlebih dahulu. Di bawah tekanan dari pemerintah Kanada yang menginginkan agar pasukan mereka dapat sesegera mungkin terjun dalam pertempuran, maka 2nd Canadian Infantry Division di bawah pimpinan Major General John Hamilton Roberts dipilih sebagai pasukan utama.
Dukungan lapis baja diberikan oleh 14th Armoured Regiment (The Calgary Regiment) dengan mengandalkan 58 buah tank Churchill terbaru yang dikirimkan menggunakan LCT (Landing Craft Tank). Tanknya sendiri mempunyai perlengkapan yang beragam, dengan tank-tank bersenjatakan meriam utama QF 2 dilengkapi dengan Howitzer pendukung di bagian lambung, beroperasi bersama-sama dengan tank bersenjatakan meriam QF 6. Sebagai tambahan, tiga buah Churchill dipersenjatai dengan penyembur api. Semua tank telah diujicoba terlebih dahulu sehingga memungkinkan mereka dapat beroperasi di perairan dangkal di dekat pantai.
 
Ketika sebuah bunker beton kokoh bahkan bobol begitu rupa! Di latar belakang adalah reruntuhan kasino Dieppe


Tank Churchill yang menjadi korban pertempuran sedang diinspeksi oleh pihak Jerman
Laporan intelijen Sekutu untuk wilayah yang akan dijadikan operasi pendaratan benar-benar tidak bisa diandalkan: sebenarnya terdapat posisi pertahanan meriam Jerman yang terdapat di bukit-bukit sekitar, tapi mereka tidak terdeteksi oleh para fotografer pengintai udara. Para perencana serangan memastikan bahwa lokasi pendaratan cukup cocok untuk didarati oleh tank serta bukit-bukitnya tidak terlalu curam, semuanya dengan hanya mengandalkan hasil penelitian terhadap foto-foto liburan turis Inggris di masa pra-perang! Jelasnya, mereka telah meremehkan kekuatan pertahanan Jerman dan juga wilayah operasinya.
Bagaimana dengan pihak Jerman sendiri? Mereka telah dalam keadaan siaga penuh setelah sebelumnya mendapat peringatan dari agen ganda Prancis bahwa Inggris menaruh “perhatian” terhadap wilayah di sekitar Dieppe. Unit-unit Nachrichtentrupen (sandi) juga telah mendeteksi adanya lalu-lintas radio yang semakin meningkat, sementara kendaraan-kendaraan pendarat terlihat dikumpulkan di pelabuhan-pelabuhan selatan Inggris.
Dieppe dan bukit-bukit yang mengelilinginya kini telah diperkuat sebaik mungkin oleh garnisun berkekuatan 1.500 orang yang anggotanya berasal dari 302.Infanterie-Division (yang terdiri dari Infanterie-Regiment 570, 571 dan 572, yang masing-masing terdiri dari dua batalyon, juga Artillerie-Regiment 302, Batalyon Pengintai 302, Batalyon Anti-Tank 302, Batalyon Zeni 302, dan Batalyon Sandi 302). Mereka disebar disepanjang pantai Dieppe juga kota-kota tetangga, dan menutupi setiap tempat yang berpotensi dijadikan lokasi pendaratan oleh musuh. Selain diperkuat oleh senapan mesin, mortir dan artileri, kota dan pelabuhan Dieppe juga dipenuhi oleh konsentrasi pasukan yang memblok jalan-jalan utama (terutama di gua-gua yang banyak terdapat di bukit karang), plus tambahan pasukan cadangan di garis belakang. Pihak yang bertahan tidak hanya ditempatkan di kotanya, tapi juga di wilayah terbuka antara satu kota dengan kota lain yang berdekatan, dan di dataran tinggi yang mengelilingi pantai. Pasukan pertahanan Jerman memfokuskan diri untuk membangun garis pertahanan di seluruh wilayah Dieppe. Elemen-elemen dari Infanterie-Regiment 571 mempertahankan stasiun radar Dieppe yang terletak di dekat Pourville dan baterai artileri di sungai Scie yang berada di Varengeville. Di sebelah baratnya, Infanterie-Regiment 570 ditempatkan di dekat baterai artileri yang berada di Berneval.
Berkumpul seusai bertempur sambil mendiskusikan apa yang telah terjadi. Beberapa buku dan laman internet mengatakan bahwa foto ini diambil di Stalingrad, tapi reruntuhan bangunan di latar belakang jelas-jelas merupakan salah satu kasino di Dieppe!
Untuk pasukan udaranya, Luftwaffe mengerahkan Jagdgeschwader 2 (JG2) dan Jagdgeschwader 26 (JG26) yang berkekuatan 200 pesawat tempur (kebanyakannya tipe Focke-Wulf Fw 190) ditambah dengan 100 buah bomber dari Kampfgeschwader 2 (KG2), Kampfgeschwader 45 (KG45) dan Kampfgeschwader 77 (KG77) dengan pesawat utamanya yaitu Dornier Do 217.
Pendaratan di Dieppe sendiri direncanakan akan dilaksanakan di empat pantai yang bersandi East-West Blue, Red, White dan Green. Royal Regiment of Canada akan mendarat di pantai Blue. Pendaratan utama dilaksanakan di pantai Red dan White dan akan dilakukan oleh Royal Hamilton Light Infantry, Essex Scottish Regiment, Les Fusiliers Mont-Royal, sebuah Commando Royal Marines dan 14th Canadian Armoured Regiment. South Saskatchewan Regiment dan Queen's Own Cameron Highlanders of Canada akan mendarat di pantai Green.
 
Pihak Jerman merawat para korban yang terluka, yang kebanyakannya adalah prajurit Inggris dan Kanada yang notabene merupakan musuh mereka! Salah satu gambaran tindakan mulia dalam sebuah peperangan yang terkenal paling brutal dalam sejarah.. Perhatikan di salah satu foto, seorang wanita pembantu Prancis dari Palang Merah ikut menolong korban yang terluka
Armada Sekutu meninggalkan pantai selatan Inggris di malam tanggal 18 Agustus 1942, didahului oleh kapal penyapu ranjau yang membuka jalur pelayaran di selat Inggris bagi mereka. Armada tersebut terdiri dari delapan kapal perusak dan kapal-kapal motor bersenjata yang mengawal kapal pendarat serta kapal barkas. Pendaratan direncanakan akan dimulai pukul 04:50 subuh tanggal 19 Agustus 1942, dengan dimulai oleh serangan terhadap dua buah baterai artileri yang mengapit wilayah pendaratan utama. Ini termasuk Varengeville oleh No. 4 Commando, Pourville oleh South Saskatchewan Regiment dan Queen's Own Cameron Highlanders of Canada, Puys oleh Royal Regiment of Canada, dan Berneval oleh No. 3 Commando. Dalam perjalanan mereka menuju ke tempat tujuan di Puys dan Berneval, pasukan penyerbu yang menaiki kapal pendarat serta pengawal berpapasan dengan konvoy kecil kapal Jerman dan beradu tembakan pukul 03:48.
Tugas yang dibebankan kepada Lieutenant Colonel John Durnford-Slater dan No.3 Commando adalah untuk melakukan dua pendaratan sejauh 13km (8 mil) di timur Dieppe yang bertujuan untuk menetralisir baterai pantai di dekat Berneval. Baterai tersebut mampu menembak lokasi pendaratan lain di Dieppe sampai sejauh 6,4km (4 mil) ke arah barat. Tiga buah meriam 170mm dan empat 105mm dari Baterai 2/770 harus “didiamkan” pada saat pasukan penyerang utama mendekati pantai pendaratan. Kapal yang membawa No.3 Commando ke pantai di sebelah timur tidak mendapat peringatan terlebih dahulu akan datangnya sebuah konvoy kapal Jerman yang sebelumnya telah terdeteksi oleh stasiun radar “Chain Home” Inggris jam 21:30. S-Boat Jerman yang mengawal sebuah kapal tanker mentorpedo beberapa kapal pendarat dan merusak Steam Gun Boat 5 yang mengawalnya. Mendapat serangan ini, Motor Launch 346 dan Landing Craft Flak 1 bersama-sama mengusir kapal Jerman. Tapi grup tersebut terpencar satu sama lain, dan kini pertahanan pantai Jerman telah “terbangun”. Hanya 18 orang Komando yang mendarat di pantai yang tepat. Mereka mencapai garis batas Baterai melalui Berneval dan menyerbu dengan menggunakan senapan ringan. Meskipun tak mampu menghancurkan meriam yang menjadi sasaran, tembakan mereka yang dilakukan dari tempat yang tersembunyi berhasil mengalihkan perhatian para awak baterai Jerman sehingga gunner mereka menembak dengan liar tanpa ada laporan kapal Sekutu yang tenggelam satu pun karena ulahnya! Akhirnya pasukan Komando dipaksa mundur di tengah hadapan musuh yang berkekuatan jauh lebih banyak.
 
Sebuah tank Kanada yang dinamakan sebagai "Betty" dan merupakan salah satu dari sedikit tank Sekutu yang mencapai pantai Dieppe. Dia terperosok ke dalam celah atap sebuah bunker pertahanan dan langsung mogok

Prajurit Kanada tergeletak tak bernyawa di tepi pantai, sementara sebuah kapal pendarat yang hancur dan mengeluarkan asap terlihat di latar belakang. Sebuah benteng pertahanan Jerman di sebelah kanan yang terbuat dari beton mempunyai jangkauan seluruh wilayah pantai di sekitarnya. Disini kita juga bisa melihat garis pantai yang menanjak


Tampaknya para prajurit malang Sekutu ini HANCUR sebelum sempat keluar dari kapal pendaratnya, kemungkinan besar oleh hantaman artileri atau tembakan senapan mesin berat
Tugas yang dibebankan kepada Lieutenant Colonel Lord Lovat dan No.4 Commando (termasuk 50 orang Rangers dari Angkatan Darat Amerika Serikat) adalah untuk melakukan dua pendaratan sejauh 9,7km (6 mil) di barat Dieppe demi menetralisir baterai pantai di dekat Varengeville. Setelah mendarat di sisi kanan mereka mendaki bukit karang, dan berhasil melakukan tugas mereka, “mendiamkan” sebuah baterai artileri yang berkekuatan enam buah meriam 150mm. Ini tercatat sebagai kesuksesan SATU-SATUNYA dari Operasi Ceilee eh Jubilee! Pasukan Komando kemudian mundur pukul 07:30 sesuai dengan rencana. Kebanyakan anggota No.4 Commando berhasil kembali dengan selamat ke Inggris. Serangan mereka kemudian digolongkan sebagai sebuah contoh bagi serangan pasukan Komando di masa depan, sementara Lord Lovat dianugerahi Distinguished Service Order dan Captain Patrick Porteous dari No.4 Commando mendapat Victoria Cross atas perannya dalam serangan ini.
Pertempuran laut antara konvoy kecil Jerman dengan kapal yang membawa No.3 Commando telah menyiagakan para pasukan pertahanan Jerman di Pantai Blue. Pendaratan di dekat Puys sendiri dilakukan oleh Royal Regiment of Canada ditambah dengan tiga peleton dari Black Watch of Canada dan sebuah detasemen artileri yang diberi tugas untuk menetralisir baterai artileri serta senapan mesin yang melindungi pantai Dieppe. Mereka terlambat 20 menit dari jadwal yang ditentukan sehingga asap pelindung yang seharusnya menutupi aksi mereka kini telah terangkat. Dengan hilangnya unsur kejutan serta kegelapan, kini pasukan Jerman telah siap-siaga di posisi mereka masing-masing sambil bersiap menanti kedatangan pasukan pendarat. Mereka telah terlindungi dengan baik dan mampu membuat pasukan Kanada (yang kemudian mendarat) tertahan di tempatnya. Tak lama setelah mencapai pantai, orang-orang Kanada ini mendapati diri mereka terjebak antara pantai dengan pasukan musuh sehingga tak mampu untuk bergerak. Royal Regiment of Canada secara resmi hancur lebur alias musnah alias euweuh deui alias wani piro: dari 556 orang anggota resimen ini, 200 orang tewas sementara 264 orang tertawan!
Dua orang tentara Kanada yang kehilangan nyawanya di pantai Dieppe

Mayat prajurit Kanada berserakan di pantai Blue di Puys. Tingginya tembok laut dapat terlihat di foto ini, dengan sarang senapan mesin yang terletak persis di atas kepala prajurit penjaga Jerman. Posisinya sengaja diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan menjangkau seluruh bagian samping luar tembok

Di pantai Green, pada saat yang bersamaan dengan mendaratnya No.4 Commando, South Saskatchewan Regiment berangkat menuju Pourville. Mereka mendarat pukul 04:52 tanpa terdeteksi. Resimen ini mampu meninggalkan kapal pendarat mereka sebelum pasukan Jerman membuka tembakan. Sialnya, di tengah pendaratan beberapa kapal pendarat telah terbawa arus sehingga kebanyakan anggota batalyon mendapati diri mereka mendarat di sebelah barat sungai Scie dan bukan di sebelah timurnya! Karena mereka telah mendarat di tempat yang salah, maka resimen ini (dengan bukit target mereka berada di sebelah timur desa) mau tidak mau harus memasuki Pourville demi melintasi sungai dengan jembatan satu-satunya yang terdapat disitu. Sebelum Saskatchewan mencapai jembatan, pasukan Jerman telah menempatkan senapan mesin dan senjata anti-tank untuk memblok pergerakan mereka. Tentu saja penyeberangan ini berubah menjadi neraka, dengan tentara yang tewas serta luka-luka memenuhi jembatan. Melihat ini, sang komandan (Lieutenant-Colonel Charles Cecil Ingersoll Merritt) dengan gagah berani maju ke depan dan berteriak kepada anakbuahnya: “Ayolah cepat! Tak ada apa-apa disini!” Penyerangan dimulai kembali, tapi tak ada satupun wilayah yang berhasil diduduki. Saskatchewan dan Cameron Highlanders of Canada, yang mendarat di sebelah mereka, tak mampu mencapai target yang dibebankan. Meskipun Cameron mampu melakukan penetrasi lebih dalam dibandingkan dengan pasukan lain di hari itu, tapi mereka pun tak lama kemudian dipaksa untuk mundur kembali saat pasukan cadangan Jerman dikirimkan secara buru-buru ke lokasi pertempuran. Dengan waktu yang semakin menipis, kedua resimen ini menderita lebih banyak lagi korban saat mereka mundur. Hanya 341 orang yang mampu mencapai kapal pendarat dan kabur, sementara yang lainnya dipaksa untuk menyerah. Untuk perannya dalam pertempuran ini, Letkol Merritt dianugerahi Victoria Cross.
 
Pantai Dieppe dengan bukit karang di latar belakang tak lama setelah serbuan tanggal 19 Agustus 1942. Sebuah mobil pengintai Dingo teronggok tak berdaya dengan bannya yang amblas ke dalam pasir lembek


Mobil lapis baja Daimler Dingo dan dua buah tank Churchill teronggok di tepi pantai Shingle. Tank Churchill yang paling depan dilengkapi dengan alat penyembur api yang terpasang di lambungnya, sementara tank di belakangnya telah kehilangan rantai rodanya. Keduanya mempunyai alat tambahan untuk meninggikan knalpot saat berjalan di air dangkal
Salah satu sasaran penyerbuan Dieppe adalah untuk menemukan peran penting serta akurasi dari sebuah stasiun radar Jerman yang terletak di puncak bukit sebelah timur kota Pourville. Untuk mencapainya, Flight Sergeant Jack Nissenthall dari RAF (yang merupakan seorang pakar radar) diperbantukan di South Saskatchewan Regiment. Dia akan dimasukkan ke stasiun radar dan kemudian mempelajari rahasia-rahasia penting yang terkandung di dalamnya. Tentu saja dia tidak sendirian dalam menjalankan tugasnya, melainkan dibantu oleh sebuah unit kecil yang terdiri dari 11 orang Saskatchewan sebagai bodyguard. Nissenthall menawarkan diri secara sukarela untuk bergabung dalam misi ini dan mengetahui betul bahwa, karena pengetahuannya yang sangat luas akan teknologi radar Sekutu, maka para bodyguard Saskatchewan-nya akan membunuhnya bila diperlukan demi mencegah dia jatuh ke tangan Jerman! Tidak hanya itu, dia juga membawa sebuah pil sianida sebagai usaha pengamanan terakhir. Nissenthall dan para pengiringnya gagal memasuki stasiun radar karena pertahanan musuh yang terlalu kuat, meskipun Nissenthall kemudian mampu untuk merangkak ke bagian belakang stasiun di bawah rentetan tembakan dan berhasil memutus semua sambungan telepon yang menuju ke stasiun tersebut. Hal ini memaksa para awak stasiun di dalam untuk beralih menggunakan sambungan transmisi radio untuk berbicara dengan komandannya, transmisi yang sudah disadap oleh para “penguping” Sekutu di pantai selatan Inggris. Sekutu mampu mempelajari banyak hal tentang larik antena stasiun radar Jerman di sepanjang pantai Channel karena tindakan yang sederhana ini, dan yang meyakinkan mereka akan pentingnya mengembangkan teknologi pengacak radar. Dari unit kecil ini, hanya Nissenthall dan satu lagi yang berhasil kembali dengan selamat ke Inggris.
 
Seorang tentara Jerman bersenjatakan Stielhandgranate melintasi mayat-mayat tentara Kanada yang ditutupi oleh selimut tak lama setelah berakhirnya serangan Sekutu yang gatot (gagal total) di Dieppe tahun 1942


Dua orang prajurit Kanada yang terluka serta tank Churchill yang ditinggalkan awaknya setelah pendaratan. Sebuah kapal pendarat terlihat terbakar di latar belakang
Untuk mempersiapkan wilayah yang akan menjadi lokasi pendaratan utama, empat buah kapal perusak membombardir pantai saat kapal pendarat mendekat. Pukul 05:15 mereka dibantu oleh lima buah skuadron Hurricane RAF yang membom pertahanan pantai dan mengeluarkan pelindung asap yang menutupi pasukan penyerang. Antara pukul 05:20 dan 05:23, 30 menit setelah pendaratan pertama dilakukan, serangan frontal utama dilakukan oleh Essex Scottish dan Hamilton Light Infantry. Pasukan infanteri ini tadinya akan dilindungi oleh tank-tank Churchill dari 14th Canadian Armoured Regiment yang mendarat di waktu yang sama, hanya saja mereka kemudian tiba di pantai lebih lambat dari waktu yang ditentukan. Sebagai akibatnya, dua resimen infanteri mau tidak mau harus menyerang tanpa perlindungan kendaraan lapis baja. Mereka menghadapi tembakan gencar senapan mesin yang datang dari tempat-tempat perlindungan yang digali di bukit-bukit yang berdekatan. Pasukan Sekutu menjadi bulan-bulanan tembakan Jerman. Ketika tank-tank akhirnya datang, hanya 29 saja yang mendarat. Dua di antaranya nyungseb di air dalam, dan 12 lainnya tak mampu bergerak sama sekali di lapisan pasir pantai yang lunak. Hanya 15 tank yang mampu melintasi benteng laut, tapi kemudian mereka menghadapi serangkaian rintangan tank yang menghalangi mereka dari memasuki kota. Karena tidak bisa maju, mereka akhirnya dipaksa untuk kembali ke pantai demi menyediakan tembakan perlindungan bagi pasukan infanteri yang kini juga sama-sama mundur. Tak ada satupun tank ini yang berhasil kembali ke Inggris. Semua awaknya yang mendarat kemudian terbunuh atau tertangkap.
Tanpa sadar akan situasi yang terjadi di pantai akibat halangan asap pelindung yang disebarkan oleh kapal perusak, Mayjen Roberts mengirimkan dua unit cadangan ke garis depan: Fusiliers Mont-Royal dan Royal Marines. Pukul 07:00 Fusiliers, di bawah komando Lieutenant-Colonel Dollard Ménard, berangkat menuju pantai dengan menggunakan 26 buah kapal pendarat. Mereka langsung disambut oleh pasukan Jerman dengan “selayaknya”, yang menghujani mereka dengan tembakan senapan mesin, mortir, dan granat. Fusiliers hancur total, dan hanya beberapa orang yang mampu mencapai kota. Orang-orang ini pun bernasib tidak kalah naasnya, karena sekarang mereka harus melalui tengah-tengah kota Dieppe dan terjebak di bawah bukit karang. Robert lalu memerintahkan Royal Marines untuk menolong mereka. Pasukan ini tidaklah dirancang sebagai pasukan pendukung Fusiliers, dan mereka harus dipindahkan terlebih dahulu dari gunboat dan motorboat ke kapal pendarat. Tak hanya itu, kapal mereka pun dihajar habis-habisan saat mencoba mendarat sehingga banyak di antaranya yang hancur atau rusak. Royal Marines yang berhasil sampai ke pantai kemudian tewas atau tertangkap. Setelah insyaf akan situasi gawat darurat yang kini terjadi, komandan Royal Marines (Lieutenant-Colonel Phillipps) berdiri di atas buritan kapal pendaratnya dan memberi sandi kepada sisa anakbuahnya untuk kembali lagi. Beberapa saat kemudian dia tewas terbunuh...


Salah satu foto yang diambil setelah serangan Dieppe yang gagal tahun 1942. Pihak Jerman sedang mengangkut para prajurit yang terluka, sementara di latar depan tampak seorang prajurit Jerman yang terbunuh

Senjata-senjata yang berhasil dirampas Jerman dalam pertempuran Dieppe (1942) dan deretan mayat prajurit Sekutu yang telah dijejerkan

Selama penyerbuan, sebuah peleton mortar dari Calgary Highlanders yang dikomandani oleh Lieutenant F.J. Reynolds diikutsertakan pada tim pendarat, tapi kemudian mereka tetap berada jauh dari pantai setelah dua buah tank yang berada bersama mereka di kapal (diberi nama sandi Bert dan Bill) mendarat. Nama Sergeant Lyster dan Pittaway kemudian disebutkan dalam laporan pasca-pertempuran atas aksi mereka menembak jatuh dua buah pesawat Jerman, sementara seorang perwira dari resimen tersebut terbunuh saat berada di pantai bersama markas brigade.
Pada pukul 11:00, di bawah tembakan gencar pihak Jerman, gerakan mundur dari pantai pendaratan utama mulai dilakukan dan baru selesai pukul 14:00.
Korban penyerbuan Dieppe tercatat sebagai berikut: 3.367 prajurit Kanada dan 275 pasukan Komando Inggris tewas, luka-luka atau ditawan. Royal Navy kehilangan satu buah kapal perusak dan 33 kapal pendarat, juga 550 orang yang tewas atau terluka. RAF kehilangan 106 pesawat sementara Luftwaffe 48. Korban di pihak Angkatan darat Jerman sendiri tercatat 591 orang.
Medali Victoria Cross dianugerahkan kepada tiga orang yang terlibat dalam operasi ini: kepada Captain Porteous, No. 4 Commando; Reverend John Weir Foote, pendeta di Royal Hamilton Light Infantry; dan Lieutenant-Colonel Merritt dari South Saskatchewan Regiment. Baik Foote maupun Merritt menjadi tawanan perang. Dua tahun kemudian (1944), 2nd Canadian Infantry Division berhasil membebaskan Dieppe dari tangan Jerman, sementara Mayjen Roberts yang menjadi komandan mereka telah dipindahkan untuk menjadi komandan unit cadangan di Inggris.
Jenderal Montgomery ditunjuk menjadi komandan 21st Army Group sekaligus sebagai panglima seluruh pasukan darat dalam pendaratan di Normandia bulan Juni 1944. Pada bulan Oktober 1943 Laksamana Mountbatten ditunjuk sebagai Panglima Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara. Mountbatten kemudian membenarkan penyerbuan ke Dieppe dengan mengatakan bahwa pelajaran yang diambil dari penyerbuan tersebut kemudian banyak membantu pihak Sekutu dalam pertempuran-pertempuran selanjutnya. Dia kemudian mengklaim, “Aku tak punya keraguan sedikitpun bahwa Pertempuran Normandia sebenarnya dimenangkan di pantai Dieppe. Untuk setiap orang yang gugur di Dieppe tahun 1942, setidaknya 10 orang telah terselamatkan di Normandia tahun 1944.” Klaim ini diperdebatkan oleh sejarawan militer Mayjen Julian Thompson. Penyerbuan amfibi di Afrika Utara dilakukan hanya tiga bulan setelah Dieppe, dan pendaratan Normandia yang lebih sukses dilakukan dua tahun setelahnya.


Pantai Dieppe setelah pertempuran usai

Kalau masih nggak mengerti dengan teks bahasa Inggris di atas, tenaaaang, ada Om Alif! Hehehe... Artinya adalah : tangtara Jerman nyita sabaraha biji bedil ti urang Inggris, hasil gegelutan di Dieppe. Tah nu di luhur eta salah sahiji tangtara anu nyepeng bedil bren Thompson
Tak lama setelah kehancuran di Dieppe, pihak Inggris mengembangkan kendaraan lapis baja khusus dari berbagai jenis yang memungkinkan para awaknya melakukan tugas-tugas berbahaya dengan terlindungi oleh lapisan baja (yang paling terkenal dari kendaraan macam ini adalah Hobart’s Funnies, cari saja di www.cubluk.com untuk keterangan lebih lanjutnya!). Bencana Dieppe juga menyadarkan Sekutu untuk lebih menggalakkan dukungan tembakan kapal laut saat penyerbuan amfibi dilakukan, dan ini juga termasuk pembombardiran dari udara. Operasi ini telah menunjukkan begitu banyak kekurangan dalam teknik-teknik pelindung darat RAF, sehingga tak lama kemudian didirikanlah sebuah Unit Taktis Angkatan Udara yang terintegrasi yang bertujuan sepenuhnya untuk mendukung ofensif di darat.
Operasi udara Sekutu dalam rangka mendukung Operasi Jubilee berujung pada beberapa pertempuran udara paling sengit dari sejak tahun 1940. tujuan utama RAF adalah untuk memberikan payung perlindungan di atas pasukan penyerang amfibi serta lokasi pendaratan, plus untuk memaksa Luftwaffe terjun ke dalam perang habis-habisan di tengah medan yang ditentukan oleh Sekutu. Sekitar 51 skuadron pemburu Spitfire dikerahkan, bersama dengan delapan skuadron pemburu-pembom Hurricane, empat skuadron pengintai Mustang Mk Is dan tujuh skuadron grup pembom ringan no.2. untuk menghadapinya, Luftwaffe mengerahkan 120 pemburu yang operasional dari Jagdgeschwader 2 dan 26 (JG 2 dan JG 26), pesawat-pesawat pembom Dornier Do 217 dari Kampfgeschwader 2 dan berbagai elemen pembom anti kapal laut yang berasal dari III./KG 53, II./KG 40 dan I./KG 77.
Tawanan Sekutu digiring oleh Feldgendarmerie (Polisi Militer) Jerman
Foto tawanan Sekutu lainnya. Ini kemungkinan besar diambil di Rue de Sygogne yang mengarah dari sisi barat pantai Dieppe


Meskipun pada awalnya rada terlambat merespons operasi pendaratan tersebut, pemburu-pemburu Jerman mulai membuat kehadiran mereka dirasakan seiring dengan berlalunya waktu. Meskipun (lagi) pesawat-pesawat pemburu Sekutu cukup sukses dalam melindungi pasukan darat dan laut dari serangan pembom Jerman, tapi mereka kelimpungan ketika harus berhadapan dengan pilot-pilot Jagdgeschwader yang berpengalaman.
Seusai pertempuran, Komando Pemburu Inggris dengan Pede (persis dedemit) mengatakan bahwa mereka telah menimbulkan korban besar buat Luftwaffe. Fakta di lapangan membuktikan sebaliknya! Korban di pihak Sekutu berjumlah 106 pesawat, termasuk 88 buah pesawat pemburu RAF yang hancur atau rusak. Dari jumlah ini, 44 Spitfire menjadi korban dalam pertempuran udara dan sisa tiga lagi hancur oleh tembakan Flak dari darat. 23 pesawat lainnya hancur atau rusak oleh Flak, atau disebabkan kecelakaan. Jumlah keseluruhan Spitfire yang hancur atau rusak adalah 70 buah. Selain itu, 18 pembom juga menjadi korban. Di pihak Luftwaffe, 48 pesawat hancur. Dari jumlah ini, 28 di antaranya adalah pembom, yang setengah di antaranya adalah Dornier Do 217 dari KG 2. Satu dari dua Jagdgeschwader yang terlibat, JG 2, kehilangan 14 Focke-Wulf Fw 190 dan delapan pilotnya yang terbunuh. JG 26 kehilangan enam Fw 190 bersama dengan pilotnya.
 
Dalam penyerbuan Sekutu yang gagal atas pelabuhan Dieppe tanggal 19 Agustus 1942, mereka berhasil menawan seorang prajurit Jerman yaitu Unteroffizier Leo Marsiniak. Dia ditangkap oleh no.4 Commando Inggris di baterai artileri Jerman yang terletak di Varengeville. Di atas tampak dia sedang digiring oleh para komando tersebut setelah tiba dengan selamat di Newhaven

Saat pendaratan terjadi, Brigadier William Wallace Southam membawa ke pantai sebuah salinan rencana penyerangan yang diklasifikasikan sebagai dokumen super rahasia. Meskipun dia mencoba menguburnya di bawah kerikil saat menyerah kepada pasukan Jerman, tapi usahanya diketahui oleh penawannya sehingga salinan tersebut jatuh ke tangan Wehrmacht. Rencana penyerangan, yang kemudian dikritik pedas karena ukurannya yang besar dan tahapannya yang terlalu rumit, mengandung perintah untuk memborgol tawanan. Tidak hanya itu, pihak Wehrmacht kemudian menerima laporan akan adanya mayat seorang tawanan Jerman terbawa arus ke pantai dengan tangan terikat ke belakang tak lama setelah tentara Kanada mundur. Ketika hal ini disampaikan kepada Hitler, dia memerintahkan agar balik memborgol setiap tentara Kanada yang tertangkap. Tidak mau kalah, pihak berwenang Inggris dan Kanada langsung memerintahkan hal yang sama terhadap tawanan Jerman yang disekap di Kanada. Meskipun pemerintahan Kanada menentang perlakuan ini, yang mereka anggap akan berpengaruh buruk terhadap warga mereka yang menjadi tawanan Jerman, tapi pada akhirnya mereka nurut juga demi mempertahankan hubungan baik serta persatuan dengan induk semangnya, Inggris. Ujung-ujungnya, seperti yang telah diduga oleh Kanada, perintah pemborgolan ini menjadi penyebab utama dari masalah besar dan satu-satunya pemberontakan terbuka di sebuah kamp tawanan Kanada dalam Perang Dunia II, suatu peristiwa yang dikenal dengan nama “Battle of Bowmanville”. Tidak mau membuat masalah lagi, pihak Kanada dan Jerman tak lama kemudian mencabut kebijakan ini setelah adanya campur tangan dari negara netral Swiss.
Jerman memutuskan untuk memberi hadiah terhadap kota Dieppe akan tindakannya yang tidak membantu pasukan penyerang dengan membebaskan semua tawanan Prancis asal Dieppe yang berada dalam kamp mereka, dan bahkan tidak protes sedikitpun saat menerima daftar panjang orang-orang yang harus dibebaskan yang diserahkan oleh pejabat kota Dieppe. Akibatnya, ratusan tawanan Prancis dipersilakan untuk menghidup udara bebas, dengan banyak di antaranya bahkan belum pernah menginjakkan kaki di Dieppe! Sebagai tambahan, Hitler memberikan hibah 10 juta francs kepada kota tersebut.
Kesaksian dari tangan pertama serta memoar dari banyak veteran Kanada yang mendokumentasikan pengalaman mereka di pantai Dieppe sama-sama memberitakan tentang kesiapan pihak pertahanan Jerman yang tidak biasa, seakan-akan mereka tahu akan adanya serangan jauh sebelum waktunya. Salah seorang perwira yang ikut terlibat, Lieutenant Colonel Labatt, bersaksi bahwa dia melihat sebuah papan-papan penunjuk yang digunakan untuk latihan mortir, yang tampaknya belum lama dipasang, di pantai. Tidak hanya itu, saat baru saja mendarat di pantai Dieppe, kapal-kapal pendarat langsung dihantam oleh bom-bom artileri dengan ketepatan yang mengejutkan. Adanya tanda penunjuk latihan serta pemboman yang jitu menjadi petunjuk akan adanya sebuah pasukan yang siap-sedia. Di tempat lain, saat interogasi terhadap seorang tawanan Jerman dilakukan, Major C. E. Page menemukan bahwa empat batalyon senapan mesin sengaja dibawa secara “special pake telor” sebagai antisipasi serangan! Bagaimanapun, faktor utama yang membuat Sekutu yakin bahwa Jerman telah bersiap-sedia menghadapi pendaratan berminggu sebelumnya adalah kesaksian dari begitu banyak tawanan Jerman, pihak Jerman yang menangkap tentara Sekutu, serta penduduk sekitar yang semuanya mengatakan hal yang sama persis: Gue... elo... end!
Seorang Leutnant yang merupakan Zuführer dari Panzerbergungstrupp (Tim Penyelamat Panzer) bernama Epple nongkrong di atas sebuah tank Churchill di pantai Dieppe, Agustus 1942. Mereka merupakan bagian dari 3.Zug/49.Panzer-Pionier-Bataillon (bagian dari 10.Panzer-Division yang berpangkalan di Amiens) yang ditugaskan untuk "membersihkan" sisa-sisa pertempuran

Hal “ajaib” lain yang berkaitan dengan pendaratan Dieppe adalah ini: Pada tanggal 17 Agustus 1942, petunjuk “pelabuhan Prancis (6)” nongol dalam TTS (Teka-Teki Silang) yang dimuat di Daily Telegraph (dibuat oleh Leonard Dawe), diikuti dengan jawabannya “Dieppe” keesokan harinya; tanggal 19 Agustus, penyerbuan terhadap Dieppe dilancarkan. Kantor Perang Sekutu sempat mencurigai bahwa TTS tersebut telah digunakan untuk menyampaikan pesan intelijen kepada musuh sehingga memerintahkan Lord Tweedsmuir, perwira intelijen senior yang diperbantukan di Angkatan Darat Kanada, untuk menginvestigasi TTS tersebut. Tweedsmuir, putra dari pengarang terkenal John Buchan, kemudian berkomentar:
“Kami menemukan bahwa TTS tersebut mengandung kata “Dieppe”, sehingga kemudian bahkan M15 (dinas intelijen Inggris) ikut campur tangan melakukan penyelidikan yang menyeluruh terhadap sang pembuatnya. Tapi pada akhirnya disimpulkan bahwa hal ini adalah suatu kebetulan yang mengagumkan belaka – benar-benar suatu kebetulan!”
Prajurit-prajurit yang kehilangan nyawanya dalam Pertempuran Dieppe dikuburkan oleh pihak Jerman, dan menciptakan sebuah layout yang unik di Kuburan Perang Kanada Dieppe – batu nisannya telah ditempatkan saling membelakangi dalam dua baris, yang merupakan suatu hal yang normal ditemui di kuburan perang Jerman tapi tidak ditemukan di lokasi kuburan perang Persemakmuran selainnya! Ketika Sekutu menduduki Dieppe sebagai bagian Operation Fusilade tahun 1944, penanda kuburannya digantikan tapi layoutnya tetap dibiarkan tidak berubah untuk menghindari “terganggunya” sisa-sisa jenazah yang terkubur di dalamnya.



Sumber :
Buku "World War II Photographs" terbitan Carlton Books
Foto koleksi Bundesarchiv Jerman
Foto koleksi pribadi Akira Takiguchi
Foto koleksi pribadi Todd Gylsen
www.collectionscanada.gc.ca
www.en.wikipedia.org
www.panoramio.com
www.wehrmacht-awards.com
www.ww2talk.com